Page 310 - Ayah - Andrea Hirata
P. 310

Ayah ~ 297


                 “Terima kasih, Ibunda Guru.” Ukun mencium tangan

            Bu Norma dengan takzim.
                 “Sama-sama, Raskal 2.”
                 Sejak itu, kamus tebal  itu selalu  berada  di dalam  tas
            kecampang Ukun, dibawanya ke mana pun dia pergi. Di sela
            pekerjaannya menggulung dinamo, dibukanya kamus dan di-

            temukannya kata-kata baru bagaikan jendela yang terbuka,
            lalu di dalam jendela itu ada jendela lagi. Rajin dia membuat
            catatan sembari berbicara sendiri mempraktikkan apa yang
            telah dipelajarinya, lalu dia tersenyum. Ukun tenggelam da-
            lam labirin bahasa dan berusaha menemukan jalan keluar de-
            ngan mengikuti jejak kata-kata. Sekonyong-konyong dia jatuh
            hati pada bahasa Indonesia.
                 Pada sore nan syahdu itu, Ukun duduk berhadap-hadap-

            an dengan Tamat di warung kopi Solider. Setelah beberapa
            waktu berbincang, melihat kopi di dalam  gelasnya  hampir
            habis, Ukun memberi kode agar pegawai warung mendekat.
            Ditatapnya pegawai itu dengan penuh hormat.
                 “Wahai Kakanda Delemot yang berbudi mulia, sudikah

            kiranya Kakanda Delemot mengisi gelas kopi saya ini dengan
            air kopi manakala kopi di dalamnya sudah tiada lagi?”
                 Tertegunlah Tamat. Dipandanginya Ukun, dadanya di-
            landa keharuan yang mendalam sebab dia tahu, Ukun telah
            belajar bahasa Indoensia dengan sepenuh hati dan sekarang
            siap menempuh perjalanan yang tak terperikan untuk men-
            jelajah Sumatra.
   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314   315