Page 376 - Ayah - Andrea Hirata
P. 376

Ayah ~ 363


            jadwal lomba, pesan-pesan sponsor, anak kecil yang terlepas

            dari orangtua, dan nama-nama besar pelari maraton kebang-
            gaan kabupaten.
                 Setiap kali nama disebut, orang-orang  bersorak-sorai,
            terutama nama para pelari yang diunggulkan.
                 “Juara bertahan kita, pelari kawakan tiada banding, Di-
            namuuuttt ....” Gegap gempita tepuk tangan.
                 “Pelari yang telah lama hilang tak tahu rimbanya, akhir-
            nya kembali, Sabariiiiii ....” Gempar, hanya satu kata itu yang
            dapat melukiskannya. Lebih gempar daripada sambutan ke-

            pada Dinamut tadi.
                 Dinamut menatap Sabari dengan tajam. Halilintar me-
            nyambar-nyambar dalam kepalanya.
                 Salah  seorang  penonton yang  bertepuk tangan paling
            keras saat nama Sabari disebut adalah juru antar surat dari
            pengadilan agama.
                 “Bung! Bung!” panggilnya dari pinggir jalan.
                 Sabari menghampirinya.
                 “Kutunggu Bung di garis finis!” Ditunjukkannya radio
            kecil, melalui siaran radio lokal dia akan mengikuti lomba itu.
            “Doaku selalu bersama Bung!”
                 Juru antar telah melihat kerasnya latihan Sabari di ba-

            wah gemblengan Toharun. Sedikit pun dia tak ragu Sabari
            akan menggondol gelar juara dan meraih piala untuk anak-
            nya.
                 “Aku orang pertama yang akan menyalami Bung di garis
            finis nanti! Kutunggu Bung di sana!”
   371   372   373   374   375   376   377   378   379   380   381