Page 379 - Ayah - Andrea Hirata
P. 379
366 ~ Andrea Hirata
meneriakkan nama Sabari. Dia adalah pelari jempolan yang
baru come back dan masih punya penggemar sisa kejayaan
masa lampau. Sabari tak membalas sapa para penggemar-
nya, tidak pula tersenyum sebab kata Toharun tersenyum da-
pat memboroskan tenaga secara percuma. Dielu-elukan pe-
nonton, langkah Sabari menjadi ringan. Dia berlari dengan
semangat Spartan. Ah, seandainya Zorro ada di sini!
Pertarungan di rombongan ketiga sangat ketat karena
Dinamut ada pula di sana. Sabari terus-menerus diintainya
dengan dada penuh kesumat. Bulat tekadnya untuk memper-
malukan Sabari sore ini dan mengembalikan harga dirinya
yang telah porak-poranda selama bertahun-tahun.
Toharun bersepeda mengikuti Sabari dari sisi jalan. Se-
sekali dia memberi instruksi kepada anak didiknya.
“Satu napas setiap empat langkah, Boi!”
Tak tahu dari mana Toharun mendapat teori aneh itu.
Teori itu gampang diucapkan, tetapi amat susah dilaksana-
kan. Risikonya tinggi. Jika salah menghitungnya, nyawa bisa
melayang. Sabari berusaha menaati perintah gurunya.
Akibatnya memang manjur, sepuluh kilometer pertama,
Sabari unggul di rombongan ketiga, meski di sana bercokol
seluruh pelari kelas satu, termasuk Dinamut. Masuk sepuluh
kilometer kedua, pelari tak berpengalaman yang tadi terlalu
bernafsu mulai rontok dan para pelari pelengkap penghibur
sudah tak tampak batang hidungnya.
Penyiar radio yang mengikuti pelari dan memberi lapor-
an pandangan mata dari bak mobil pikap berseru-seru me-

