Page 384 - Ayah - Andrea Hirata
P. 384

Ayah ~ 371


            Akan disalaminya dengan kuat sesuai janjinya di garis start

            tadi. Namun, hampir satu jam dia menunggu, Sabari tak kun-
            jung muncul. Belokan itu kosong melompong seperti perasa-
            an juru antar.
                 Dengan lesu juru antar berjalan ke tempat parkir. Di-
            engkolnya motor bututnya. Karena sudah kebiasaan, dia se-

            ring bertaruh dengan motornya sendiri, berapa kali motor-
            nya diengkol baru hidup. Setelah diengkol delapan belas kali,
            motor tua itu hidup. Dia sedih bukan hanya karena Sabari
            tak mampu mencapai finis, melainkan juga karena kalah ber-
            taruh dengan motornya. Tadi dia memasang angka delapan
            kali engkol, motornya bilang di atas itu. Motor menang.
                 Juru antar pulang melewati Jalan Sriwijaya, Tanjong
            Pandan. Tak ada lagi harapan untuk Sabari, tetapi dia tak

            mematikan radio kecil di saku bajunya. Dia berharap ada ka-
            bar lagi soal Sabari meski hal itu mustahil sebab radio pun tak
            lagi menyiarkan lomba itu. Yang disiarkan kini adalah prog-
            ram rohani Islam, anak-anak kecil mengaji Al-Quran, acara
            rutin menjelang magrib.

                 Juru antar melewati jajaran kantor pemerintah. Kantor
            DPRD dan kantor bupati, teringat akan Sabari yang bersusah
            payah latihan demi mempersembahkan piala untuk anaknya,
            lalu dia teringat akan ayahnya sendiri.
                 Dulu ayahnya  pernah bekerja  di kantor  semacam itu
            dan menjadi orang yang sangat tak disukai karena tak pernah
            mau diajak curang. Ayahnya yang jujur malah sering kena
   379   380   381   382   383   384   385   386   387   388   389