Page 380 - Ayah - Andrea Hirata
P. 380

Ayah ~ 367


            lihat para pelari di rombongan kedua melakukan semacam

            sprint, yakni berlari cepat dalam jarak pendek untuk meraih
            posisi terdepan. Yang membuat penyiar tegang adalah dalam
            sprint itu Dinamut bersikut-sikutan dengan Sabari. Satu per-
            saingan ketat penuh bara api. Penyiar berteriak lagi karena
            Sabari berhasil memenangi sprint itu dan langsung memim-
            pin rombongan kedua.
                 Zurai melompat dari tempat duduk. Izmi mengangkat
            kedua tangannya tinggi-tinggi, begitu pula juru antar yang
            tengah menunggu Sabari di garis finis. Tak hanya mereka,

            orang-orang yang mendengar radio di rumah-rumah, di pe-
            rahu-perahu sambil memancing, di bengkel-bengkel perusa-
            haan timah, orang-orang  yang nongkrong di muka rumah
            dan perempatan, manusia tak tahu adat yang lagi pacaran
            di seberang Bendungan Pice dan membawa radio, para sipir
            penjara, pasien, dokter dan perawat di rumah sakit, tukang
            sortir di kantor pos, satpam-satpam, pedagang makanan pa-
            kai  gerobak,  dan terutama  orang-orang  di warung-warung
            kopi, bersorak gegap gempita untuk Sabari. Yang menjago-
            kan Dinamut menutup wajah mereka dengan tangan.
                 Sabari  semakin mantap. Dia telah  menemukan irama
            langkahnya, mencapai akselerasinya dan berlari laksana ki-

            jang, mirip lirik lagu yang dilantakkan JonPijareli nun di Me-
            dan sana, dalam gemuruh distorsi gitar rock, dentaman drum
            yang bertalu-talu, dan  tendangan  bas bertubi-tubi. Boros
            Akinmusire berjingkrak-jingkrak, Obet Glasper dan JonPija-
            reli serentak bersorak.
   375   376   377   378   379   380   381   382   383   384   385