Page 386 - Ayah - Andrea Hirata
P. 386

Ayah ~ 373


            tindakan itu bisa fatal sebab untuk mencapai finis paling tidak

            dia masih harus berlari lima belas kilometer. Sabari tak punya
            pilihan lain, sepatu itu menggigit kakinya setiap kali dia me-
            langkah.
                 Kendaraan  berlalu-lalang  di dekatnya. Ditinggalkan
            pelatihnya, ditinggalkan  siapa saja,  Sabari  berlari  sendiri.

            Orang-orang  di pinggir  jalan  heran melihat seorang  pelari
            masih tetap melanjutkan lomba. Nomor peserta tergantung di
            lehernya. Pastilah dia bukan sembarang pelari. Mereka yang
            tak mengenal Sabari bertanya-tanya, siapakah pelari itu?
                 Matahari mengendap. Malam menjelang. Telapak kaki
            Sabari melepuh, lalu berdarah. Bercak-bercak darah terting-
            gal  di aspal.  Meski kakinya perih dan napasnya tersengal-
            sengal, meski sampai finis malam nanti, Sabari bertekad un-

            tuk terus berlari karena dia teringat akan anaknya. Dia tak
            mau menyerah demi Zorro. Seorang ayah, tak boleh menyerah demi
            anaknya, begitu kata hati Sabari.
                 Akhirnya, malam turun. Sabari berlari di antara kenda-
            raan yang berlalu-lalang. Bayangan Zorro berkelebat-kelebat.

            Bayangan saat dia bercerita meninabobokan  anaknya, saat
            anaknya kali pertama memanggilnya Aya dan saat anaknya
            diambil darinya.
                 Berjam-jam  Sabari berlari tertatih-tatih  karena  me-
            nahan perih kakinya, akhirnya nun jauh di sana dilihatnya
            kerlap-kerlip lampu gerbang Kota Tanjong Pandan. Orang-
            orang di pinggir jalan semakin banyak memperhatikannya.
   381   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391