Page 41 - Ayah - Andrea Hirata
P. 41

28 ~ Andrea Hirata


              Kata guru, kalau mau, dengan mudah si bungsu bisa da-

          pat rengking. Namun, karena wataknya yang keras, si bungsu
          seakan menyabotase dirinya sendiri. Mungkin itu bentuk pro-
          tes terselubung kepada ayahnya yang otoriter.
              Melihat tabiat si bungsu yang makin  kacau, Markoni
          muntab lalu mengancam, “Kalau kau tak lulus ujian masuk

          SMA negeri, tak usah sekolah sekalian!”
              Ancaman  berikutnya gawat, “Kau akan kukawinkan
          saja!”
              Kawan ayahnya, seorang pengusaha kopra dari Kari-
          mun, memang disebut-sebut melirik si bungsu yang manis
          berlesung pipit itu. Si bungsu gemetar.
              Si bungsu telah melihat betapa runyamnya kawin muda
          seperti yang dialami kakaknya. Setiap kali berjumpa, wajah

          kakaknya kusut masai macam pukat diterjang hiu. Tak ada
          hal lain yang keluar dari mulutnya selain keluhan. Dia pun
          tak mau terlempar ke Karimun, tak ada kawan dan saudara di
          sana. Si bungsu ciut karena tahu ancaman ayahnya tak main-
          main. Lagi pula, perjodohan masih sangat biasa di Kelumbi.

              Sekonyong-konyong dia rajin belajar agar bisa lolos dari
          ancaman yang mengerikan itu. Namun, semuanya telah ter-
          lambat karena ujian masuk SMA negeri sudah terlalu dekat.
          Ketinggalan pelajarannya begitu banyak, tak dapat dikebut
          dengan belajar semalam dua malam saja.
              Ujian itu diikutinya dengan cemas, tak percaya diri. Ni-
          lai rata-rata untuk lulus adalah 6,5. Hampir mustahil diraih
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46