Page 63 - Ayah - Andrea Hirata
P. 63

50 ~ Andrea Hirata


              “Siapa lagi?”

              “Tahukah kau berapa banyak siswa bernama depan S?
          Sulaiman, Syahrir, Salim, Silam, Salam, Sabarudin, Syam-
          sudin, Sardin, Setegar, Setabah,  Sahari,  Samalam.  Banyak
          nama orang Melayu berawal S, bagaimana kau bisa yakin?”
              “Indra keenam.”

              “Indra keenam apanya? Indra keenam itu untuk orang
          melihat iblis, bukan untuk melihat surat!”
              “Suka-suka kaulah,” Sabari berkeras.
              “Lantas dari mana kau bisa pasti L itu Lena. Bisa saja
          Lina, Lia, Lisa, Lita, Liana, Ling-Ling.”
              “Intuisi.”
              “Intuisi dari mana?”
              “Siapa yang suka mengirimi Lena puisi? Siapa yang

          suka mengiriminya lagu lewat radio? Aku.”
              “Memangnya orang lain yang mengirimi  Lena lagu
          akan memberi tahu kepala desa melalui surat, lalu suratnya
          ditembuskan kepadamu dan rumah sakit jiwa?!”
              “Puisi itu jelas untukku,” Sabari berkeras.

              “Bukan! Dan, itu bukan puisi! Itu surat biasa, apa kau
          tak bisa membedakan puisi dan surat biasa?!”
              “Ai, sejak kapan kau tahu soal puisi? Ujian Geografi saja
          kau menyontek jawabanku!”
              “Cabut kata-katamu! Jangan kau ungkit-ungkit soal itu,
          Geografi bukan ukuran kecerdasan! Apa susahnya untuk tahu
          Lee Kuan Yew adalah Presiden Filipina!”
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68