Page 193 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 193
Viktor tak membawa payung. Sedang payung yang kubawa
hanya muat dipakai untuk satu orang. Akhirnya aku mengalah
dan memberikan payungku kepadanya. Sesampainya di rumah
aku melanjutkan ceritaku tentang negeri Atlantis.
Viktor menyimak antusias sekali. Seperti biasanya. ***
Mendung masih membumbung di awang-awang.
Gemercik gerimis masih terdengar lemah lembut ketika
bersentuhan dengan genting. Hawa remang mengambang
melebur bersama sepoi angin yang menggantung di udara.
Menciptakan sensasi dingin yang membuat bulu-bulu halus di
kulit merinding ketika tersentuhnya. Komposisi itu semua,
menciptakan sebuah hibrida klasik yang bernama ―kenangan‖.
Tak terasa, ternyata sudah delapan bulan lebih aku
menjalani romantika kehidupan baruku sebagai pengajar di
desa ini. Perasaan jemu dan jenuh mulai menggelayuti hati.
Rasa rindu kepada mamah yang kutinggal sendirian di rumah
menyeruak begitu kuat, membanjiri pikiranku. Ditambah para
siswaku yang tak kunjung paham pada materi yang sudah
berulang kali kuajarkan membuatku frustrasi. Kemampuan
akademik siswa-siswa di sini memang tergolong lemah jika
dibandingkan dengan daerah seperti Jawa atau Sumatera.
Rata-rata siswa di sini malas untuk belajar bidang studi yang
mengharuskan mengeksplorasi otak berlebih, seperti
Matematika dan IPA.
Sering kali aku berkeluh kesah kepada sesama guru di
sekolah, tapi bukanya memberikan semangat dan motivasi
184
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

