Page 191 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 191
menempuh jalur setapak sepanjang hampir 700 meter dengan
jalan kaki agar bisa sampai ke sekolah. Hawa dingin pun mulai
menyeruak menghujami tubuhku sampai menyentuh tulang.
Sambil tetap berpayung, aku terus melangkah sampai
akhirnya tiba.
Sesampainya di sekolah aku sama sekali tak mendapati
satu siswa yang menampakkan dirinya. Sepi, senyap, dan
sunyi. Guru-guru pun hanya segelintir yang hadir. Apa yang
terjadi? Kulihat Pak kepala sekolah berjalan menghampiriku.
Sekilas raut mukanya nampak merasa bersalah.
―Sebelumnya saya minta maaf Bu Belqis karena belum
sempat memberitahukan Bu Belqis mengenai ini.‖ ia memulai
percakapan.
―Mengenai ini? Maksudnya apa ya, Pak?‖
―Begini, hal ini memang sering terjadi di sekolah kami,
Bu. Tentu Anda sendiri paham betapa masih rendahnya
kesadaran masyarakat di sini tentang pentingnya pendidikan.
Ini pertama kalinya turun hujan deras semenjak kedatangan
Bu Belqis di desa ini. Ketika hujan deras datang siswa-siswa
di sini selalu tak pernah ada yang hadir. Mereka lebih memilih
tetap di rumah dari pada harus bersusah payah menerjang
hujan demi sekolah dan belajar. Padahal kami sudah berusaha
membagikan payung kepada setiap keluarga yang anaknya
bersekolah di sini namun sepertinya tetap tidak sesuai
harapapan.‖
182
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

