Page 195 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 195

―Untuk  apa  aku  berada  di  sini?‖  menjadi  pertanyaan
               paling sulit yang tak dapat kutemukan jawabannya.
                     Barang  kali,  ini  menyangkut  rasa  kemanusiaan  dalam
               lubuk hati atau bisa jadi hanya sebatas kepentingan pribadi.
               Aku    terjebak     dalam    dimensi   tak    berujung    yang
               mempermainkan  kontruksi  batinku.  Ah,  segalanya  terasa

               begitu menyedihkan malam ini.
                     ***
                      Hari ini kuputuskan tidak berangkat sekolah. Tubuhku
               sungguh tak bisa diajak kompromi. Untung hari ini tidak turun
               hujan. Setidaknya suasana pagi ini tak sedingin tadi malam. Di
               sekitar  dedaunan  masih  basah  oleh  embun  yang  belum
               menguap.  Susunan  rangkum  bunga  anggrek  biru  khas  papua

               nampak  indah  di  ujung  mata.  Perlahan-lahan  kembali
               memekarkan diri bersamaan dengan terbitnya mentari.
                     Tok! Tok! Tok!
                      Suara ketukan pintu yang khas. Itu pasti Viktor. Aku
               agak  gontai  beringsut  perlahan  menghampiri  pintu  dan
               membukanya. Intuisiku sungguh jitu. Mahluk yang berdiri di

               balik pintu tepat sesuai dugaanku. Viktor.
                      ―Hai, Vik. Selamat pagi. Ada apa? tumben kamu ke sini
               pagi-pagi?‖  Kusapa  dia  dengan  mata  layu  sambil  menahan
               dingin  akibat  hembusan  angin  yang  menerpa  setelah  pintu
               terbuka.
                       ―Eee…  ini  Ibu  sa  cuma  mengantar  ti…tipan  mamah
               buat Bu Belqis.




                                                         186

                        Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200