Page 200 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 200
yang mengalir di pancuran. Sangat jernih air itu terkena sinar
obor yang dipegang Karti, sejernih keihlasan hati Karti saat
itu. Karti lalu bergegas memikul dua ember itu menuju
rumahnya. Setapak demi setapak kaki dipijakkan. Langkahnya
berat dan tergopoh-gopoh. Badannya membungkuk
menanggung beban berat yang ada di pundaknya. Itulah
pekerjaan awal Karti setiap pagi. Tak heran jika badannya
kurus kerempeng seperti anak kurang gizi.
Karti anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya Rasto
sudah menikah dan tinggal terpisah dengan orangtuanya.
Adiknya Rumi, usianya sekitar sembilan tahun. Baik Karti
maupun Rumi keduanya adalah anak-anak yang tidak
bersekolah. Orangtua Karti adalah ibu rumah tangga biasa,
bapaknya pun hanya sebagai buruh penderes gula jawa.
Setiap hari ibu Karti selalu pergi ke hutan mencari kayu
bakar untuk keperluan memasak dan membuat gula jawa.
Bapak Karti sudah tua dan sering sakit-sakitan. Dulu saat
Karti masih kecil dan baru bisa berjalan, bapaknya terkena
musibah jatuh dari pohon kelapa. Selama satu bulan bapak
Karti dirawat di rumah sakit, tangan kanannya mengalami
patah tulang. Namun, Tuhan masih memberi kesembuhan
untuk bapak Karti hingga saat ini beliau bisa sehat kembali.
Akan tetapi, usia yang semakin menua membuat kondisi
kesehatannya menurun. Tak jarang kalau bapak sering
sakitsakitan. Itu sebabnya Karti harus bekerja keras
membantu ibunya. Meringankan beban bapaknya.
191
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

