Page 202 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 202
―Sebenarnya ngga bisa, Mbak, nanti kalau aku yang
masak rasanya ngga enak. Keasinan lagi, ngga sedap kaya
masakan Mbak Karti. Ya sudah mbak aku ke belakang dulu.‖
―Jangan lama-lama, Rum.‖
―Nggih, Mbak.‖
Karti meracik bumbu dan memotong tempe untuk
digoreng. Api di dalam tungku sudah menyala. Sebelum
memasak sayur, Karti menggodok air untuk membuat teh,
karena kebiasaan minuman sehari-hari di desanya adalah teh
tubruk tanpa gula. Asap dari tungku mengepul dan naik ke
atap dapur. Sesekali Karti batuk terkena kepulan asap yang
keluar dari tungku bagian belakang.
Seperti biasanya, sarapan pagi hanya ditemani sayur
dan tempe goreng. Tak apa, tak ada yang protes dengan lauk
yang dimasak Karti dan Rumi. Bagi Karti dan keluarga yang
penting perut kenyang dan bisa bekerja. Pernah sesekali
mereka hanya makan nasi ditemani sambal dan ikan asin
belaka. Namun, senyum tipis di bibir Karti masih tersungging
manis melihat kedua orangtuanya masih sehat dan terus
membersamai anak-anaknya. Karti bahagia dapat hidup di
dekapan orangtuanya.
Meskipun Karti tak sekolah, bukan berarti ia buta
dengan baca tulis. Dulu, sewaktu ada mahasiswa yang
melakukan pengabdian di desanya, ia sempat mengikuti
kelompok belajar dan di tempat itulah ia mendapatkan ilmu
tentang membaca dan menulis. Sejak itu, Karti memiliki
semangat untuk belajar, hanya saja ia terkendala oleh kondisi
193
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

