Page 187 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 187
benderang cahaya lelampuan seperti di kota tempatku tinggal
dulu. Hanya bintik-bintik bintang yang menjuntai di langit
saling berkonstelasi membentuk garis-garis geometris
abstrak yang terlihat indah dari balik jendela bambu
kamarku. Ditemani secangkir kopi hitam tradisional khas
Papua, aku masih melalang buana dalam lamunan sambil
sesekali mengeceki tugas-tugas yang telah dikerjakan para
siswa.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuyarkan deru lamunanku.
Langkah-langkah cepatku bergegas merespon, menghampiri
pintu dan membukanya. Ternyata yang bediri di balik pintu
adalah Viktor. Sebuah senyum merekah lebar dari bibir
tebalnya.
―Ma…Malam Bu Belqis. Sa pu punya pala lagi pe…pening
ini Ibu. Sa mo minta tolong Ibu pa bo…boleh, kah?‖ kalang
kabut Viktor mencoba berbicara dengan bahasa Indonesia
yang baik.
―Oh, pusing kenapa, Vik? Silahkan tanya saja.‖ ucapku
sambil menahan geli.
―Ini Ibu. Sa kemaren dapat bu…buku sejarah dari
sodara di kota. Kata de orang ini bu buku bagus. Tapi sa mo
baca susah. Apa boleh sa minta Ibu bacakan?‖ Viktor
menatapku dengan raut muka penuh harap.
―Oh, tentu saja boleh, Viktor. Dengan senang hati.
Kamu selalu tertarik dengan sejarah, ya. Mari silahkan
masuk.‖
178
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

