Page 84 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 84
merasa sedih ketika melihat wajah ibu? Entahlah. Yang pasti
aku tak ingin melihat wajah ayah sedih gara-gara
pertanyaanku tentang ibu lagi.
Aku merasa bosan di rumah, akupun bermain ke rumah
tetangga sebelah. Rumah Nek Irah. Dia sudah seperti
nenekku sendiri, wajahnya yang penuh keriput itu terlihat
sangat cantik walau tak lagi muda. Dia seperti ayah, tak
pernah sekalipun senyum itu hilang dari bibirnya ketika
bersamaku. Aku merasa nyaman bila bersamanaya seperti
halnya ketika bersama ayah. Nek Irah hidup seorang
diri,umurnya kini yang menginjak kepala enam tak
membuatnya berhenti bekerja untuk mengumpulkan dan
menjual kayu dari hutan dekat kampung kami. Setiap pagi dia
selalu mencari kayu dan mengikatnya untuk dijual keliling
kampung. Janda yang ditinggal mati suaminya karena sakit
parah itu tak ingin mengemis belas kasihan dari orang lain.
Badannya yang kurus dan tak sekuat dulu lagi mampu memikul
banyak beban kayu-kayu bakar itu.
―Nek… apakah nenek tak punya anak?‖
―Punya, tetapi bukan anak kandung.‖ katanya sambil
mengelus rambutku.
―Lalu… dimana anak nenek itu?‖ tanyaku sambil
tiduran dipangkuannya.
―Putra nenek bekerja di Surabaya.‖
―Apa putra nenek tak pernah pulang?‖
―Pernah, sekali saat lebaran tiga tahun lalu‖
―Apa nenek tidak pernah merindukannya?
75
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

