Page 272 - Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd
P. 272

Menjelang Akhir Hayat
             http://pustaka-indo.blogspot.com
                        Setiap tiba waktu shalat, Ayah senantiasa bangun dan
                    sadar. Bahkan dalam pengaruh obat tidur pun, Ayah tetap
                    bangun bila tiba waktu shalat. Dia selalu bertanya sudah jam
                    berapa, apakah sudah tiba waktu shalat.

                        Sebu ah jam tangan “Rolex” yang dibeli di Singapura
                    tahun 1968 tak pernah lepas dari tangannya, begitu matanya
                    terbuka, dia mengang kat tangan kiri melihat jam dengan mata
                    yang sebenarnya tak begitu terang lagi. Sejak setahun yang
                    lalu, sudah ada saran dokter untuk mengoperasi mata dia
                    yang sebelah kanan karena mata itu semakin kabur.
                        Selasa 21 Juli, kata juru rawat, “Buya baik-baik saja.”
                    Hati kami lega. Saya temui Dokter Amal, dari dokter ini saya
                    mendapat informasi baru yang melenyapkan kelegaan hari
                    itu. “Jantungnya sedikit-sedikit bisa dinormalkan, begitu pun
                    kadar gula se dikit menurun, tapi ada radang di paru-parunya,
                    karena itu diusahakan melokalisasikannya.”

                        “Lâ Haula wa lâ Quwwata illa billâh,” ujar saya, yang
                    semakin terce kam mendengar keterangan dokter itu.
                        Malam itu, kembali giliran saya menginap di rumah sakit,
                    sampai pagi tak ada kejadian-kejadian yang mengkhawatirkan.
                        Rabu 22 Juli, sore menjelang Maghrib,  Ayah tampak
                    berwajah cerah menanyakan di mana kami berbuka puasa.
                    Kami menjawab akan berbuka di ruang tunggu. Dia senyum
                    ceria sekali. Begitu Maghrib tiba,  Afif dipanggil masuk

                    kamar untuk membantunya berwudhu. Seorang perawat
                    memberitahukan Fathiyah, kalau boleh menyuapi  Ayah
                    makan. Ifat gembira menerima tugas itu. Cucu yang datang
                    sore itu, gembira melihat perubahan itu. Mungkin cuma saya
                    yang belum bisa merasakan kegembiraan. Firasat saya tidak



                                                                        255

                                                              pustaka-indo.blogspot.com



                                                                         1/13/2017   6:18:58 PM
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   255
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   255      1/13/2017   6:18:58 PM
   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277