Page 112 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 112
104 | Islamic Theology
ini? [Sungguh bukan ayat-nya yang salah tapi pemahamannya yang
harus diluruskan].
Ke dua: Kelompok yang tidak membicarakan kandungan kata
. Artinya, wajib atas setiap
an-Nuzûl sambil tetap berkeyakinan tanzîh
hamba berkeyakinan bahwa Allah tidak menyerupai suatu apapun
dari makhluk-Nya. Dan makna an-Nuzûl di sini bukan dalam
pengertian sifat-sifat benda; seperti gerak, pindah dan berubah.
Karena an-Nuzûl dalam pengertian pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain [makna yang berlaku pada makhluk] membutuhkan
kepada tiga keadaan; yaitu, (satu); tempat yang berada di arah atas,
(dua); tempat yang berada di arah bawah, dan (tiga); benda yang
pindah itu sendiri [dan benda ini pastilah memiliki bentuk dan
ukuran]; ia pindah dari arah atas ke arah bawah. Tentunya, tiga
keadaan ini adalah perkara yang mustahil bagi Allah.
Sementara Ibnu Hamid al-Mujassim berkata: “Dzat Allah
bertempat di atas arsy, menempel dengan arsy tersebut, dan Dia
turun dari tempat-Nya tersebut dalam pengertian pindah”.
Orang semacam Ibnu Hamid ini tidak paham akidah, dia
tidak mengetahui perkara-perkara yang secara akal boleh dan atau
tidak boleh bagi Allah (artinya, tidak mengenal Wâjib ‘Aqliy dan
Mustahîl ‘Aqliy).
Sementara Abu Ya„la al-Mujassim berkata: “an-Nuzûl adalah
sifat Dzat Allah, dan kita tidak mengatakan bahwa an-Nuzûl di sini
dalam pengertian pindah”.
Apa yang diungkapkan oleh Abu Ya„la ini adalah kerancuan
yang nyata. [Bagaimana dapat diterima ia mengatakan bahwa an-
Nuzûl adalah sifat Dzat Allah, lalu pada saat yang sama ia juga
mengatakan bahwa an-Nuzûl ini bukan dalam makna pindah? Itu
artinya dalam keyakinan dia bahwa Dzat Allah sebagai benda karena
ia telah mensifati-Nya dengan an-Nuzûl walaupun ia mengatakan
;