Page 115 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 115
Islamic Theology | 107
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil,
mengatakan: “Allah heran dari suatu kaum yang terikat
pada rantai-rantai sehingga Allah memasukan mereka
ke dalam surga”].
Para ulama kita mengatakan bahwa “بجعلا” dalam
pengertian bahasa adalah suatu keadaan yang terjadi pada diri
seseorang saat ia merasa aneh terhadap sesatu yang sebelumnya
tidak pernah ia ketahui, yang karena itu ia memandang sesuatu
tersebut sebagai keajaiban [kata “بجعلا” ini terjemah literalnya
berarti “heran” atau “takjub”]. Sifat seperti ini tentu tidak bolah
dinyatakan bagi Allah, karena itu adalah sifat manusia.
Makna al-‘ajab pada hak Allah bukan dalam pengertian Allah
heran, tapi yang dimaksud adalah dalam pengertian bahwa perkara
tersebut sesuatu yang agung dan memiliki keistimewaan bagi Allah
[sebagaimana ini dapat dipahami dari konteks dan redaksi hadits di
atas]. Dalam bahasa ketika dikatakan: “ءى صلا ًم بجعختهإا” maka
ه
pengertiannya; “ ضىٖ هعض٢ مٌٓٗ” [artinya, seorang yang takjub atau
heran terhadap sesuatu; itu artinya bahwa sesuatu tersebut memiliki
keistimewaan baginya].
Adapun kata “as-Salâsil”
[dalam redaksi hadits ke dua di atas
yang secara literal bermakna “rantai yang mengikat tangan dan kaki”]
adalah untuk mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut
memaksa diri mereka dalam melakukan ketaatan-ketaatan kepada
Allah; yang karena sebab itu mereka menjadi masuk ke dalam surga.
Al-Imâm Ibnul Anbari berkata: “Pengertian al-‘Ajab pada hak Allah
adalah untuk mengungkapkan bahwa Allah memberikan karunia dan
nikmat yang sangat besar. Dalam hadits ini diungkapkan dengan kata
al-‘Ajab
untuk tujuan tersebut”.