Page 116 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 116

108 | Islamic Theology

           Hadits Ke Dua Puluh Satu



                  Al-Imâm al-Bukhari  dan  al-Imâm Muslim  meriwayatkan
           dalam  kitab  sahih  masing-masing  dari  sahabat  Abu  Hurairah  dari
           Rasulullah, bersabda:
                            َ ّ
                                ُ
                                                         ّ َ
                    َ َ َ
                                             َ
                                                  َ َ
               اه      ح   ض    و ا َ    هخ     طئ  ِ    لا   ًب م   ٦ض  ْ َ  ِ  ْ  ُ   ِ ض   ٦   م     م   ً     خأ    خأ ت   بى   خب اخ ْ      ٞ   غ    ضقأ لله )لُ٢(
                 [Makna  literal  riwayat  ini  tidak  boleh  kita  ambil,
                 mengatakan:  “Benar-benar  Allah  lebih  bergembira
                 dengan taubatnya seorang dari kalian lebih gembira dari
                 seorang yang kehilangan sesuatu lalu menemukannya
                 kembali”. Makna literal ini seakan menetapkan bahwa
                 Allah bergembira].
                                                               [secara literal
                  Aku (Ibnul Jawzi) katakan: “Pengertian masrûr
           bermakna:  “Seorang  yang  gembira]  dalam  bahasa  adalah  untuk
                                                          ّ
           mengungkapkan keridlaan orang tersebut. Kata  “ غؾ” dalam bahasa
           Arab  bermakna  sama  dengan  “حغٞ”  [secara  literal  bermakna
           gembira]. Karena itu makna yang dimaksud oleh hadits di atas adalah
           untuk  mengungkapkan  bahwa  Allah  sangat  meridlai  perbuatan
           taubat  dari  seorang  hamba  kepada-Nya.  Hadits  ini  tidak  boleh
           dipahami bahwa Allah bergembira karena adanya pengaruh senang
           seperti yang terjadi pada makhluk, karena sesungguhnya sifat Allah

           itu  Qadîm (tidak  bermula);  tidak  ada  satu-pun  sifat  Allah  yang
           baharu.


           Hadits Ke Dua Puluh Dua
                  Dalam hadits yang hanya diriwayatkan oleh al-Imâm
                                                                    Muslim
           (di antara hadits-hadits al-fard) dari sahabat Abu Musa, berkata:
                      َ
                                             َ
                     َ
                                                             َ ْ َ ُ ْ ُ
                                      َ ْ َ َ
                 ،   ٍ ثا   مل   ٧ ـ ْ    س   م َ    ب م ّ   ؾ   ل  ُ    و ه   ُل   ٖ الله ى   ل ّ   ن الله  َ    ؾ   ى   ٫    َ      ُٞ   ى   ع ا    ما٢ )لُ٢( َ َ
                             ِ
                              ْ َ َ َ ْ
                                       ْ
                                                             ّ
                                                 َ َ
                                                         َ َ
                 ُ
                    ٌٟ   س   ً  ،   ماى      ً      نأ    هل   ِ    ً    ي   ب   غ ي  َ َ      و لا  َ ُ َ      ً   ى   ما    لا     لا ى      ٗح    الله      نئ  :٫ا    ٞ   ٣
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121