Page 87 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 87

Islamic Theology  | 79

           Hadits Ke Enam

                  Al-Imâm Muslim  meriwayatkan  dalam  kitab  Sahih  dari
           sahabat al-Mughirah bahwa Rasulullah bersabda:
                             َ
                 َ
                          َ
                                  َ َ
                                                             َ
                    و   خ  َ َ ْ    لا     ش    و  ،   ل   خا   ى   ٟلا      خ   غ   م      ٪ل  َ َ َ ّ َ  َ      و   ظل    الله  َ  ِ  ْ َ ُ  َ ْ     ٚأ   ح   ر     م   ً      و َ   خ  َ َ ْ    لا     ش
                               ِ
                                                 ِ
                                                                   َ ّ
                                                  الله    ً    َ    م ت    ض   خ  ْ َ    تهإا هُ    ب     لئ    خأ
                                                     ِ
                 [Makna  literal  riwayat  ini  tidak  boleh  kita  ambil,
                 mengatakan:  “Tidak  ada  satu  sosok-pun  yang  lebih
                 cemburu  dari  pada  Allah,  karena  itulah  Allah
                 mengharamkan  segala  keburukan  (kejahatan).  Dan
                 tidak  ada  seorang-pun  yang  lebih  senang  terhadap
                 pujian  dari  pada  Allah”.  Makna  literal  ini  seakan
                 mengatakan  bahwa  Allah  sebagai  sosok,  tubuh,  atau
                 benda, dan bersifat cemburu].
                  Kata “وخش لا” adalah redaksi dari beberapa orang perawi.
           Sementara sebagian perawi lainnya dengan menggunakan redaksi “ لا
           الله ًم رحٚأ ءى ش”. Terkait dengan hadits ini kebanyakan para perawi
           meriwayatkannya  dengan  redaksi  yang  mereka  anggap  sebagai
           maknanya, termasuk penyebutan kata “وخش” adalah dari redaksi
           yang buat oleh para perawi sendiri. [Artinya, redaksi-redaksi tersebut
           bukan murni dari Rasulullah].

                  Adapun  pengertian  dari  hadits  tersebut  ialah:  “Tidak  ada
           sesosok-pun dari kalian…”. [Artinya, yang dituju adalah sosok-sosok
           sahabat Rasulullah yang ada bersamanya saat itu]. Oleh karena para
           sahabat berada di hadapan Rasulullah maka Rasulullah menegaskan
                                                       ;
           dengan  penyebutan  kata  “sosok”  (syakhsh) artinya  Rasulullah
                                                                  itu sendiri
           menyebutkan nama-nama mereka. Kata “sosok” (syakhsh)
           hanya  diperuntukan  bagi  benda  yang  memiliki  susunan-susunan.
           [Artinya  mustahil  Allah  disebut  dengan  “sosok”].  Perumpamaan
           penggunaan bahasa semacam ini seperti perkataan sahabat Abdullah
           bin Mas„ud:
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92