Page 88 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 88

80 | Islamic Theology
                                             َ
                                 ُ
                                                           ْ َ ّ َ َ
                                                              َ
                                               ْ
                                         ْ
                                 ي س   غ ْ ّ    ٨لا ت َ      ًاء    ًم م   ٓ   ٖأ عا   ه لا   و ت      ح   ى    ًم     ٤لز ا    و   م َ َ
           Makna literal teks ini mengatakan: “Tidak ada makhluk, baik surga
           maupun neraka, yang lebih agung dari ayat kursi” [Makna literal ini
           seakan  menyebutkan  bahwa  ayat  Kursi  (atau  al-Qur„an)  adalah
           makhluk  sebagaimana  surga  dan  neraka,  padahal  yang  dimaksud
           bukan demikian. Kata “makhluk” di sini kembali kepada kata surga
           dan neraka, bukan kembali kepada ayat Kursi. Demikian pula dengan
           maksud  hadits  di  atas;  bukan  untuk  menetapkan  bahwa  Allah
           sebagai “sosok” (syakhsh)
                                   , tetapi kata “وخش” di situ kembali kepada
           para sahabat yang ada di hadapan Rasulullah].
                  Dalam menjelaskan perkataan sahabat Abdullah bin Mas„ud
           di  atas  al-Imâm Ahmad  bin  Hanbal  berkata:  “Kata  “٤لز”  kembali

           kepada kata “تىجلا” (surga) dan “عاىلا” (neraka) bukan yang dimaksud
           kembali  kepada  al-Qur„an  (ayat  kursi).  Atau  boleh  pula  dalam
                                                          ;
           pemahaman  “al-Mus-tastnâ  Min  Ghair  al-Jins” artinya  bahwa
           sesuatu  “yang  dikeculikan”  dalam  sebuah  redaksi  bukan  bagian
           [artinya tidak sejenis] dengan segala sesuatu yang tengah dibicarakan
           dalam  redaksi  tersebut.  Contoh  semacam  ini  (al-Mus-tastnâ  Min
           Ghair al-Jins)  adalah firman Allah:
                                           ّ
                                                          ْ
                                           ً    ّ    ٓلا  ّ ّ َ َ  ْ  ِ ٍ      ٖ   ل   م     لائ     جا   ب   ٕا      ًم  ِ    ل ا   ه   م     هب    َ    م َ ُ ْ
           Makna  literal  ayat  ini  mengatakan:  “Dan  tidak  ada  pengetahuan
           (ilmu)  bagi  mereka  tentangnya  (Nabi  Isa);  kecuali  mereka  hanya
           mengikuti prasangka [bahwa mereka telah membunuhnya]”. [Dalam

           ayat  ini;  “sesuatu  yang  dikecualikan”  (al-Mus-tastnâ) adalah  kata
           “prasangka”  (zhann),  dan  zhann ini  bukan  bagian  dari  jenis

           pengetahuan (ilmu)].

                  Adapun  kata  “ةرحٛلا”  [dalam  redaksi  hadits  di  atas  dengan
           kata “رحٚأ”; yang secara literal bermakna “cemburu”] adalah untuk
           mengungkapkan      kebencian    (kemurkaan),    [bukan    untuk
           mengungkapkan  bahwa  Allah  memiliki  sifat  cemburu].  Karena  itu
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93