Page 144 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 144

142  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            selamanya”.  Dari  hadits  ini  diambil  hukum  bahwa  tidak  boleh
            menyakiti  Rasulullah  walaupun  itu  dengan  perkara  mubah.    Dan
            dalam firman Allah: “Sesungguhnya mereka yang menyikiti Allah dan
            Rasul-Nya dilaknat mereka oleh Allah” (QS. Al-Ahzab: 57); intisarinya,
            bahwa  tidak  boleh  menyakiti  orang-orang  mukmin  dengan  sesuatu
            yang  tidak  mereka  lakukan;  artinya  dengan  syarat  bukan  dengan
            jalan yang mubah, dan khusus larangan menyakiti Rasulullah adalah
            secara  mutlak,  tanpa  syarat;  artinya  walaupun  dengan  pekerjaan
                            225
            mubah sekalipun” .
                    Al-Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh, dengan sanad-nya
            dari jalur Yahya ibn Abdil Malik ibn Abi Ghunyah, berkata:
                    “Telah  mengkhabarkan  kepada  kami  Naufal  ibn  al-Furat,  --
            beliau (Naufal) adalah salah seorang pegawai khalifah Umar ibn Abdil
            Aziz--, ia (Naufal) berkata: “Ada seorang penguasa di wilayah Syam
            yang  dipercaya  oleh  penduduk  setempat,  ia  mengangkat  seorang
            pegawai untuk bekerja di salah satu kota wilayah Syam, sementara
            ayah  si-pegawai  tersebut  seorang  yang  kafir  [Majusi].  Berita
            pengangkatan pegawai ini sampai kepada khlaifah Umar, lalu Umar
            memanggil  si-penguasa  Syam  tersebut.  Umar  berkata  kepadanya:
            “Dasar  apa  yang  menjadikanmu  mengangkat  seseorang  untuk
            mengurus  orang-orang  Islam,  sementara  ayah  orang  tersebut
            seorang  kafir?”.  Si-penguasa  berkata:  “Semoga  Allah  terus
            memperbaiki  Amirul  Mu’minin,  apakah  aku salah  dengan  apa  yang
            aku  perbuat?  Bukankah  ayah  Rasulullah  sendiri  seorang  yang
            musyrik?”.  Mendengar  jawaban  itu  Umar  sangat  terkejut,  beliau
            diam  sejenak  sambil  menunduk,  lalu  beliau  mengangkat  wajah
            [dalam  keadaan  marah]  berkata:  “Apakah  harus  aku  potong  lidah
            orang  ini?  Apakah  harus  aku  potong  tangan  dan  kaki  orang  ini?
            Apakah harus aku penggal leher orang ini?”. Hingga kemudian Umar
            berkata: “Aku lepas jabatanmu! Seumur hidupmu jangan lagi engkau
                           226
            bekerja bagiku!” .
                    Al-Hafizh al-Qasthallani dalam kitab al-Mawahib menuliskan:
            “Waspadalah, hindarilah dari menyebut kedua orang tua Rasulullah

                  225  Ibid, megutip dari Syarh Muwath-tha’ Malik, al-Baji.
                  226  Ibid, megutip dari Tarikh Ibn Asakir.
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149