Page 139 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 139
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 137
pemuliaan dari Allah bagi mereka, sebagaimana hadits ini telah
diriwayatkan oleh al-Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh-nya. Selain
itu, Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan dalam kitab Tafsir-nya
sebuah hadits marfu’ dari sahabat Abdullah ibn Abbas bahwa Ash-
habul Kahfi kelak di akhir zaman nanti akan menjadi para pembela
imam Mahdi. Jelas, bahwa apa yang akan diperbuat oleh Ash-habul
Kahfi nanti di akhir zaman adalah bagian “yang dihitung” (sebagai
kebaikan) bagi mereka, yang itu dilakukan setelah mereka
dihidupkan kembali dari kematiannya. Maka demikian pula bukan
suatu yang aneh terkait dengan kedua orang tua Rasulullah, bisa saja
bahwa Allah telah menetapkan umur tertentu bagi keduanya, namun
kemudian keduanya dimatikan sebelum mencapai umur tersebut,
dan lalu dihidupkan kembali untuk menghabiskan sisa umurnya;
sehingga keduanya beriman dalam masa sisa umur tersebut. Tujuan
disisakannya umur tersebut ialah supaya keduanya beriman, dan itu
adalah bagian dari bentuk karunia dan pemuliaan dari Allah bagi
Rasulullah, sebagaimana Allah akan menghidupkan kembali Ash-
habul Kahfi di akhir zaman nanti sebagai bentuk karunia bagi mereka
agar mereka mendapat kemuliaan dengan masuk dari bagian umat
Rasulullah ini.
Kemudian bila ada yang mengutip firman Allah QS. Al-A’raf:
34 “Fa idza ja-a ajaluhum la yasta’khiruna sa’atan wa la
yastaqdimun” (maka apa bila datang ajal mereka, mereka tidak dapat
mengakhirkannya dan tidak dapat mempercepatnya), kita jawab:
Ayat tersebut berlaku bagi orang yang dikehendaki oleh Allah untuk
mati dengan kematian yang terus menerus, dan ayat itu
terkhususkan (terkecualikan) dengan beberapa orang yang
dikehendaki oleh Allah untuk hidup kembali, seperti keadaan kedua
orang tua Rasulullah yang sedang kita bahas ini, dan seperti Ash-
habul Kahfi, juga seperti segolongan manusia yang dihidupkan
217
kembali oleh Allah lewat mukjizat nabi Isa” .
217 Lihat pernyataan al-Qurthubi dalam at-Tadzkirah Fi Ahwal al-Mawta, h.
17, dan komentar as-Suyuthi dalam Nasyr al-‘Alamain, as-Suyuthi, h. 12-13