Page 137 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 137
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 135
lagi taubatnya orang telah meninggal dan lalu ia dihidupkan
kembali?! Al-Qurthubi menjawab masalah ini, berkata:
“Apa yang diungkapkan oleh Ibnu Dihyah tidak mutlak
demikian, tetapi ada pandangan-pandangan lain. Sesungguhnya
keutamaan-keutamaan Rasulullah tetap senantiasa ada,
berkesinambungan, dan terus meningkat dari satu keadaan kepada
keadaan lain sampai beliau wafat. Itu adalah bentuk karunia dan
pemuliaan dari Allah baginya. Dan sesungguhnya peristiwa
kehidupan kembali kedua orang tua Rasulullah adalah termasuk dari
bentuk karunia dan pemuliaan dari Allah baginya. Dan sungguh
peristiwa ini bagian dari perkara yang tidak tercegah
kemungkinannya secara akal dan secara syara’. Di dalam al-Qur’an
diberitakan tentang hidupnya kembali seorang dari kalangan Bani
Isra’il yang telah meninggal, lalu orang tersebut memberitahukan
siapa orang yang telah membunuh dirinya, kemudian nabi Isa juga
telah menghidupkan dengan mu’jizat-nya orang-orang telah
meninggal, maka demikian pula pada diri nabi kita sangat bisa
diterima bila ada peristiwa seperti demikian itu”. Dengan demikian
maka tidak tercegah, baik secara akal maupun secara syara’, bahwa
kedua orang tua Rasulullah beriman setelah kedua dihidupkan
kembali, sebagai bukti tambahan karunia dari Allah dan pemuliaan
dari-Nya bagi Rasulullah, dan itu adalah merupakan kekhususan diri
215
Rasulullah sendiri” .
Al-Qurthubi mengatakan bahwa pernyataan Ibnu Dihyah
bahwa orang kafir bila dihidupkan kembali dari kematiannya dan lalu
beriman maka imannya tidak akan memberikan manfaat baginya;
adalah pendapat yang tertolak dengan hadits nabi, yaitu hadits yang
menceritakan bahwa Allah mengembalikan matahari setelah dia
terbenam karena doa (dan mukjizat) Rasulullah, sehingga Ali ibn Abi
215 Ibid, h. 17. Catatan penting; “Yang diungkap oleh as-Suyuthi dalam risalah
Nasyr al-‘Alamain ini tentang pernyataan al-Hafizh Ibnu Dihyah di atas adalah
khusus dalam penilaian beliau terhadap hadits Ihya’ al-Abawain, di mana Ibnu
Dihyah dalam hal ini mengatakan bahwa itu hadits maudlu’. Namun demikian tidak
ada pernyataan Ibnu Dihyah yang mengatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah
termasuk orang-orang kafir”.