Page 177 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 177

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  175
            dalamnya, maka bila engkau mati mereka terus menerus masuk di
            dalamnya hingga hari kiamat”.
                    Atsar  ini  dikenal  (ma’ruf)  dari  imam  Malik  ibn  Anas,
            diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat dari Ma’an ibn Isa,
            dari imam Malik, dengan sanad dan redaksi (matn) yang sama persis
            dengan riwayat al-Khathib al-Baghdadi di atas.
                    Dengan adanya atsar yang dikenal (ma’ruf) dari imam Malik
            ini  maka  menjadi  hilang  jahalah  tentang  siapa  Abdul  Wahhab  ibn
            Musa  pada  hadits  ihya’  al-abawain;  seperti  yang  yang  sangkakan
            demikian  oleh  adz-Dzahabi.  Sementara  al-Hafizh  Ibnu  Hajar  dalam
            Lisan al-Mizan berkata: “Abdul Wahhab ibn Musa telah disebutkan
            (biografinya) oleh al-Khathib al-Baghdadi di antara para perawi (yang
            mengambil) dari Malik ibn Anas, kunyah-nya adalah Abul Abbas, dan
            nasabnya  adalah  az-Zuhri”.  Al-Khathib  al-Baghdadi  sendiri  telah
                                           268
            mengutip  sebuah  atsar  mawquf   yang  telah  diriwayatkan  oleh
            Abdul  Wahhab  ibn  Musa  ini,  al-Khathib  berkata:  “Atsar  tersebut
            diriwayatkan oleh dia (Abdul Wahhab) secara menyendiri (tafarrada
            bih)”.  Walau  demikian  al-Khathib  tidak  mencela  (jarh)  pada  sosok
            Abdul Wahhab tersebut. Lalu atsar tersebut --dengan jalurnya yang
            sama  dengan  riwayat  al-Khathib--  juga  telah  diriwayatkan  oleh  ad-
            Daraquthni  dalam  al-Ghara-ib,  dan  ia  (ad-Daraquthni)  berkata:  “Ini
            adalah  atsar  mawquf  yang  sahih  dari  Malik  ibn  Anas,  dan  Abdul
                                                      269
            Wahhab ibn Musa adalah seorang yang tsiqah” .
                    [Kedua];  Penilaian  adz-Dzahabi  bahwa  hadits  ihya’  al-
            abawain  berseberangan  (Mukhalif)  dengan  hadits  al-istighfar  juga
            telah  dijawab  oleh  para  imam  hadits.  Al-Hafizh  Ibnu  Hajar  dalam
            Lisan  al-Mizan  berkata:  “al-Juzaqani  dalam  kitab  al-Abathil  telah
            menilai hadits ini (ihya’ al-abawain) sebagai hadits mawdlu dengan
            alasan  karena  menyalahi  hadits  Buraidah  (hadits  al-istighfar),
            peniliannya  ini  jauh  sebelum  Ibnul  Jawzi  yang  juga  menilaianya
            maudlu’  dan  memasukannya  dalam  kitab  al-Maudlu’at”.  Kemudian


                  268  Yaitu atsar yang tentang Umar ibn al-Khath-thab di atas, dari Ka’ab al-
            Ahbar.
                  269  Lihat penjelasan lengkap catatan as-Suyuthi ini dalam Nasyr al-‘Alamain,
            h. 8
   172   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182