Page 179 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 179
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 177
az-Zarkasyi dalam ta’liq beliau terhadap Muqaddimah Ibnis-Shalah,
sebagai berikut:
“Ada sebagian mereka (ahli hadits) yang menjadikan tanda-
tanda hadits maudlu’ adalah bila sebuah hadits berseberangan
dengan hadits lainnya yang sahih. Metode ini dipakai oleh Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Ini adalah metode lemah (thariqah
dla’ifah), terlebih bila ada kemungkinan hadits-hadits yang dianggap
berseberangan tersebut dapat disatukan. Ibnu Khuzaimah dalam
kitab Shahih-nya menilai bahwa hadits “Janganlah seseorang
menjadi imam bagi suatu kaum lalu ia mengkhusukan dirinya dengan
doa tanpa mengikutkan mereka, jika ia melakukan itu maka ia telah
mengkhianati mereka”; adalah hadits maudlu’, ia beralasan karena
ada hadits lain di mana Rasulullah berdoa “Ya Allah jauhkan antara
aku dan antara kesalahan-kesalahanku”. Padahal penilian tidak
cukup sampai di situ, at-Tirmidzi sendiri telah menilai bahwa hadits
[yang dianggap maudlu’] tersebut adalah hadits hasan. Hadits ini
tidak berseberangan dengan hadits al-istiftah [hadits; Ya Allah
jauhkan antara aku...], karena yang dimaksud adalah bahwa tidak
dibenarkan bagi seorang imam membacakan doa-doa yang tidak
ma’tsur yang ia khususkan bagi [kepentingan] dirinya sendiri [tanpa
mengikutkan makmum-nya], karena imam dan makmun keduanya
bersama-sama (berserikat) di dalamnya, hal ini berbeda dengan
271
bacaan doa-doa yang ma’tsur” .
Selain dari pada itu; hadits tentang memintakan ampunan
bagi kedua orang tua Rasulullah adalah saat beliau ziarah (hadits al-
istighfar), dan kisah tentang ziarah ini adalah pada Am al-fath (tahun
dibuka [dikuasai] kota Mekah secara total orang orang-orang Islam)
sebagaimana disebutkan dalam hadits Biraidah, dan kejadian itu dua
tahun sebelum peristiwa dihidupkannya kembali kedua orang tua
Rasulullah. Karena inilah maka Ibnu Syahin dalam kitab an-Nasikh wa
al-Mansukh menjadikan hadits al-istighfar ini mansukh (dihapus)
dengan hadits ihya’ al-abawain. Pendapat Ibnu Syahin ini kemudian
diikuti oleh al-Qurthubi dalam kitab at-Tadzkirah.
271 Lihat Nasyr al-‘Alamian, as-Suyuthi, h. 9, mengutip dari ta’liq az-Zarkasyi
terhadap Muqaddimah Ibnis-Shalah Fi ‘Ilm al-Hadits.

