Page 183 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 183
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 181
yang ditegaskan oleh para ulama ahli hadits, ahli fiqh dan lainnya
bahwa boleh mengamalkan hadits dla’if dalam fadla-il, targhib dan
tarhib selama tidak berstatus maudlu’, ini ditegaskan oleh al Imam
Ahmad ibn Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsawri dan Sufyan
ibnu ‘Uyainah serta para imam lainnya, dan kaedah ini diterapkan
dalam semua masa…dan mayoritas para ulama yang membolehkan
beramal dengan hadits dla’if dalam fadla-il dan semacamnya telah
meneladani sikap Syari’, di mana memberikan kelonggaran dalam
fadla-il yang tidak diberikan dalam masalah yang wajib serta yang
berkaitan dengan hukum, inilah alasan para ulama yang
membolehkan beramal dengan hadits dla’if dalam fadla-il dan
semacamnya, hanya saja lebih dari itu mereka berhati-hati dengan
278
mensyaratkan tiga syarat dalam mengamalkan hadits dla’if …. ”.
Al-Muhaddits Syekh Abdullah al-Harari jelas mengikuti
pendapat ini, terutama dalam kedua risalahnya at-Ta’aqqub al-
Hatsits dan Nushrah at-Ta’aqqub. Al-Laknawi mengomentari
pendapat ini dengan mengatakan: “Sebagian ulama lagi merinci dan
279
memberi ketentuan-ketentuan dan inilah pendapat yang tepat ”.
Al-Kawtsari mengomentari pendapat ini dengan
mengatakan: “Jadi pendapat yang paling moderat dalam masalah
mengamalkan hadits dla’if dan paling kuat dalilnya adalah membatasi
280
hal itu dengan beberapa syarat ”.
Nuruddin ‘Itr dalam karyanya Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al-
Hadits menyatakan: “Nampaknya pendapat yang disebutkan kedua,
yakni pendapat yang menyatakan disunnahkan mengamalkan hadits
dla’if dalam fadla-il al-a’mal adalah pendapat yang paling moderat
281
dan paling kuat ”
278 al-Qaul al-Muqni’, Abdullah al-Ghumari, h. 1-3.
279 al-Ajwibah al-Fadlilah, al-Laknawi, h. 53.
280 Maqalat al-Kawtsari, Al-Kawtsari, h. 75. Kemudian al-Kawtsari mengutip
syarat-syarat tersebut dari as-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ sebagaimana telah
sering dikutip dalam risalah ini.
281 Manhaj an-Naqd, Nuruddin Itr, h. 294.

