Page 185 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 185
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 183
maka tidak bisa ditetapkan dengan hadits dla’if pengharaman dan
283
penghalalan terhadap sesuatu” .
Hadits yang bisa dijadikan dalil untuk menetapkan sifat bagi
Allah haruslah hadits yang marfu’ ke Nabi dan berstatus Mutawatir,
Masyhur atau minimal Sahih dan disepakati ketsiqahan para
perawinya. Sedangkan hadits dla’if atau hadits yang masih
diperselisihkan ketsiqahan para perawinya maka tidak bisa digunakan
untuk menetapkan sifat bagi Allah. Al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi
menegaskan: “Ke dua: Tidak bisa ditetapkan sifat bagi Allah
284
dengan perkataan seorang sahabat atau tabi’in, kecuali dengan
hadits yang sahih, marfu’ dan disepakati ketsiqahan para perawinya,
jadi tidak bisa dijadikan hujjah dalam masalah ini hadits dla’if, juga
hadits yang masih diperselisihkan ketsiqahan para perawinya,
sehingga jika ada sebuah sanad yang salah seorang perawinya
diperselisihkan ketsiqahannya dan ada hadits lain yang
285
mendukungnya tetap tidak bisa dijadikan hujjah.”
Imam Abu Sulaiman al-Khath-thabi juga menyatakan:
“Kaedahnya dalam masalah ini dan semacamnya, yaitu masalah
menetapkan sifat bagi Allah bahwa hal itu tidak diperbolehkan
kecuali dengan ayat yang tegas atau hadits yang maqthu’ bi
shihhatih; dipastikan kebenarannya (mutawatir atau masyhur), jika
tidak ada maka dengan hadits-hadits yang bersandar kepada dalil
asal dalam al-Qur’an atau hadits yang maqthu’ bi shihhatih atau
sesuai dengan maknanya. Sedangkan yang tidak sesuai dengan syarat
ini maka tidak boleh ditetapkan dan wajib tawaqquf, selanjutnya
ditakwil dengan makna yang sesuai dengan dalil-dalil yang telah
283 Zhafar al-Ama-ni, al-Laknawi, h. 224-240.
284 al-Faqih Wa al-Mutafaqqih, al-Khathib al-Baghdadi, h. 132.
285 Kaedah ini diabaikan oleh kalangan Musyabbihah Mujassimah [Kaum
Wahhabiyyah di masa sekarang]; golongan yang menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya. Mereka menggunakan perkataan seorang sahabat atau tabi’in untuk
menetapkan sifat-sifat Allah, mereka juga menjadikan sebagai dalil-dalil keyakinan
mereka hadits-hadits yang lemah bahkan maudlu’, oleh karenanya mereka dikecam
oleh para ahli hadits, seperti al-Hafizh Ibn al Jawzi, al Badr ibn Jama’ah dan lainnya.
Lihat Ibn al Jawzi, Daf’u Syubah at-Tasybih, h. 11.

