Page 184 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 184

182  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            Kaedah Dan Syarat-Syarat Mengamalkan Hadits Dla’if

                    Al-Hafizh  as-Suyuthi  dalam  Tadrib  ar-Rawi  menjelaskan
            perkataan an-Nawawi dalam Taqrib: “(Menurut para ahli hadits dan
            selain mereka boleh mempermudah urusan sanad) yang lemah (dan
            meriwayatkan  hadits  dla’if  –selain  maudlu’–  dan  mengamalkannya
            tanpa  perlu  menjelaskan  kelemahannya  dalam  hal  selain  sifat-sifat
            Allah) hal-hal yang ja-iz dan mustahil bagi Allah dan tafsir al-Qur’an
            (dan  Hukum-hukum  seperti  halal  dan  haram)  dan  lainnya,  yaitu
            seperti  kisah-kisah,  fadla-il  al-a’mal,  nasehat-nasehat  dan  lainnya
                                                                 282
            (yang tidak berkaitan dengan keyakinan akidah dan hukum) ”.
                    Al-Laknawi  juga  menjelaskan  perkataan  al-Jurjani  dalam  al-
            Khulashah:  “(Menurut  para  ulama  boleh  mempermudah  urusan
            sanad-sanad  hadits  yang  dla’if,  bukan  yang  maudlu’)  karena  tidak
            boleh mempermudah tentang hadits maudlu’ dengan menyebutnya
            dalam  ceramah  atau  dicantumkan  dalam  karya  seseorang  tanpa
            memperingatkan  tentang  status  maudlu’nya  (tanpa  menjelaskan
            kelemahannya  dalam  majelis  maw’izhah  dan  kisah-kisah)  oleh
            karenanya  anda  melihat  para  penulis  sirah  memasukkan  hadits-
            hadits  dla’if  dalam  karya-karya  mereka  tanpa  menegaskan
            kedla’ifannya  (dan  fadla-il  al-a’mal)  yakni  keutamaan  amal-amal
            yang  tsabit  dan  perkara-perkara  sunnah  yang  pelakunya  diberi
            pahala dan tidak dicela orang yang meninggalkannya, karena dalam
            masalah-masalah  ini  boleh  mengambil  hadits  dla’if  dan
            mengamalkannya  (bukan  tentang  sifat-sifat  Allah)  maka  jika  ada
            hadits yang menunjukkan salah satu sifat Allah dan sifat itu belum
            ditetapkan  dengan  dalil  yang  mu’tabar  maka  itu  tidak
            diperhitungkan,  karena  sifat-sifat  Allah  dan  asma-Nya  tidak  boleh
            ditetapkan  tanpa  petunjuk  dalil  yang  bisa  diikuti,  karena  sifat  dan
            asma  Allah  termasuk  bab  akidah  bukan  bab  amal,  demikian  pula
            disamakan dengan masalah sifat dan asma’ semua masalah-masalah
            akidah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan hadits sahih atau hasan
            lidzatihi  atau  hasan  lighairihi  (dan  hukum-hukum  halal  dan  haram)


                  282  Tadrib ar-Rawi, as-Suyuthi, h. 258
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189