Page 178 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 178

176  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            Ibnu Hajar berkata dalam kitab an-Nukat ‘Ala Ibnis-Shalah: “Sungguh
            keliru  seorang  yang  menilai  sebuah  hadits  sebagai  hadits  mawdlu
            hanya karena alasan menyalahi hadits yang lain. Kekeliruan seperti
            ini  banyak  dilakukan  oleh  al-Juzaqani  dalam  karyanya  al-Abathil.
            Padahal  penilian  demikian  itu  hanya  diberlakukan  ketika  hadits-
            hadits  tersebut  telah  benar-benar  tidak  lagi  dapat  disatukan
            pemahamannya  (‘Adam  al-jam’i  wa  at-tawfiq).  Adapun  bila  ada
            kemungkinan  dapat  disatukan  maka  tidak  boleh  menilai  mawdlu
            terhadap  suatu  hadits  hanya  karena  berseberangan  dengan  hadits
            lainnya.  Contohnya;  sebuah  hadits  riwayat  at-Tirmidzi,  dan  dinilai
            hasan olehnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:


            “Janganlah  seseorang  menjadi  imam  bagi  suatu  kaum  lalu  ia
            mengkhusukan dirinya dengan doa tanpa mengikutkan mereka, jika
            ia melakukan itu maka ia telah mengkhianati mereka”; ada sebagian
            orang  menilai  ini  hadits  mawdlu,  dengan  alasan  ada  hadits  sahih
            yang  berseberangan  dengan  hadits  tersebut,  yaitu  doa  Rasulullah
            yang mengatakan:



            “Ya  Allah  jauhkan  antara  aku  dan  antara  kesalahan-kesalahanku”,
            juga  beberapa  hadits  lainnya  [yang  redaksinya  Rasulullah  berdoa
            khusus  bagi  dirinya  sendiri].  Padahal  kita  katakan;  hadits-hadits
            tersebut  dapat  disatukan  pemahamannya,  dan  hadits  pertama
            (riwayat at-Tirmidzi) maksudnya adalah bahwa tidak dibenarkan bagi
            seorang yang shalat menjadi imam membacakan doa-doa yang tidak
            ma’tsur yang ia khususkan bagi [kepentingan] dirinya sendiri [tanpa
            mengikutkan  makmum-nya],  karena  imam  dan  makmun  keduanya
            bersama-sama  (berserikat)  di  dalamnya,  hal  ini  berbeda  dengan
                                       270
            bacaan doa-doa yang ma’tsur” .
                    Selain  tulisan  al-Hafizh  Ibnu  Hajar  yang  kita  kutip  di  atas,
            simak pula catatan penting yang telah ditulis oleh imam Badruddin




                  270  Nasyr al-‘Alamian, as-Suyuthi, h. 8-9
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183