Page 29 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 29

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  27
            kenabian  maka  tentulah  Allah  akan  menimpakan  adzab  terhadap
            mereka  yang  tidak  bersyukur  saat  itu.  Dengan  demikian  maka
            jelaslah  bahwa  kewajiban  syukr  al-Mun’im  bukan  ditetapkan  oleh
            akal. Kesimpulan ini jelas dan nyata, karenanya Allah tidak menyiksa
            orang-orang  yang  hidup  di  zaman  fatrah,  Allah  berfirman:  “Dan
            tidaklah  Kami  (Allah)  memberikan  siksa  hingga  kami  mengutus
            seorang  Rasul”  (QS.  Al-Isra:  15).  Dalam  ayat  ini  Allah  menafikan
            siksaan  terhadap  mereka  yang  hidup  di  zaman  fatrah  hingga  Allah
            mengutus  seorang  rasul  di  antara  mereka.  Jelas  dinyatakan;  “tidak
            ada siksaan”, maka bila Allah menurunkan adzab maka berarti Allah
                                                   28
            menyalahi janji, dan itu mustahil pada-Nya” .
                    Para  ulama  pengikut  Fakhruddin  ar-Razi  juga  menyebutkan
            seperti  demikian,  --artinya  bahwa  kewajiban  syukr  al-Mun’im
            ditetapkan oleh syara’ bukan ditetapkan oleh akal--, di antara penulis
            kitab  al-Hashil  Wa  at-Tahshil  dan  al-Baidlawai  dalam  kitab  Minhaj-
               29
            nya .
                    Al-Qadli  Tajuddin  as-Subki  dalam  kitab  Syarh  Mukhtashar
            Ibnil  Hajib,  dalam  bahasan  syukr  al-Mun’im,  menuliskan  sebagai
            berikut:
                    “Terdapat masalah tentang orang yang tidak sampai dakwah
            Islam  kepadanya;  menurut  kami  (Ahlussunnah  Syafi’iyyah)  orang
            tersebut meninggal dalam keadaan selamat, ia tidak boleh dibunuh
            (diperangi) hingga sampai kepadanya seruan untuk masuk Islam, jika
            dibunuh maka pembunuhnya didenda harus membayar kaffarah dan
            diyat,  namun  begitu  menurut  pendapat  yang  benar  pembunuh
            tersebut tidak dikenakan hukum qisas. Al-Baghawi dalam at-Tahdzib
            berkata: “Orang yang tidak sampai kepadanya dakwah Islam maka ia
            tidak boleh dibunuh (diperangi) sehingga datang kepadanya seruan
            untuk masuk Islam. Apa bila orang tersebut dibunuh sebelum sampai
            dakwah  Islam  kepadanya  maka  pembunuhnya  wajib  dikenai  diyat
            dan  kaffarah.  Sementara  menurut  imam  Abu  Hanifah  orang  yang
            membunuhnya  tidak  dikenai  denda  apapun,  karena  menurutnya
            orang  yang  belum  sampai  dakwah  Islam  kepadanya  dapat  diambil

                  28  Ibid,, mengutip dari al-Mahshul Fi ‘Ilm al-Ushul, Fakhruddin ar-Razi.
                  29  al-Minhaj, al-Baidlawi, h. 25
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34