Page 31 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 31

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  29
            untuk menerima petunjuk), lagi tidak nampak dari orang semacam
                                                       33
            itu bahwa dia benar-benar akan membangkang” .
                    An-Nawawi  dalam  menjelaskan  masalah  anak-anak  orang
            musyrik dalam Syarh Shahih Muslim berkata:
                    “Madzhab  yang  benar,  yang  dipilih,  dan  yang  menjadi
            pegangan para ahli tahqiq adalah bahwa mereka (anak-anak orang
            musyrik)  bertempat  di  surga,  dengan  dasar  firman  Allah:  “Dan
            tidaklah  Kami  (Allah)  memberikan  siksa  hingga  kami  mengutus
            seorang Rasul” (QS. Al-Isra: 15). Seorang yang sudah baligh saja yang
            tidak  sampai  kepadanya  dakwah  Islam  tidak  terkena  siksa  maka
                                                     34
            terlebih lagi seorang anak yang belum baligh” .
                    Dari pernyataan beberapa ulama yang telah disebutkan oleh
            al-Hafizh  as-Suyuthi  di  atas  tentang  orang-orang  yang  tidak
            mendapati dakwah Islam dan mereka yang hidup di masa fatrah; --
            seperti  dari  pernyataan  al-Ghazali,  Ibnur-Rif’ah,  al-Fakhrur-Razi,
            Tajuddin  as-Subki,  dan  lainnya--  menjadi  jelas  bahwa  term  “kafir”
            (artinya non muslim yang mengharuskan dia masuk neraka kekal di
            dalamnya)  tidak  boleh  disematkan  bagi  orang-orang  yang  tidak
            mendapati  dakwah  Islam  atau  orang-orang  yang  hidup  pada  masa
            fatrah. Terlebih lagi bila term tersebut disematkan bagi kedua orang
            tua  Rasulullah;  maka  jelas  itu  menyakiti  hati  Rasulullah.  Al-Barzanji
            menuliskan:
                    “Tidak  boleh  menyematkan  term  “kafir”  bagi  kedua  orang
            tua  Rasulullah  walaupun  term  tersebut  dalam  makna  metafor
            (majaz, bukan kafir hakiki), hanya boleh bagi kita mengatakan bahwa
            keduanya  termasuk  orang-orang  yang  hidup  di  masa  fatrah.
            Sementara itu, term “kafir” dalam makna metafor boleh disematkan
            bagi  selain  kedua  orang  tua  Rasulullah  dari  mereka  yang  hidup  di
            masa  fatrah.  Sebab  penyebutan  “kafir”  (walaupun  dalam  makna
            metafor) bagi kedua orang tua Rasulullah akan menyakiti Rasulullah,
            dan menyakiti Rasulullah jelas perbuatan haram.
                    Dan kita  akan  jelaskan pada  bab  tiga bahwa sesungguhnya
            kedua  orang  tua  Rasulullah  termasuk  orang-orang  mukmin  ahli

                  33  Ibid, mengutip dari al-Kifayah, Ibnur-Rif’ah.
                  34  Ibid, 2/206 mengutip dari al-Minhaj Bi Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi.
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36