Page 40 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 40

38  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            Rasulullah tidak banyak melakukan perjalanan, --kecuali ke Madinah
            saja--,  karena  keduanya  memiliki  umur  yang  tidak  panjang;  yang
            dengan  umur  tersebut  sebenarnya  keduanya  tidak  seharusnya
            dimintai  tanggung  jawab  yang  sangat  detail  prihal  kehidupannya.
            Benar,  sesungguhnya  umur  hidup  ayahanda  Rasulullah  sangat
                   44
            pendek .
                    Al-Imam  al-Hafizh  Shalahuddin  al-‘Ala-i  dalam  kitab  ad-
            Durrah as-Saniyyah Fi Mawlid Khair al-Bariyyah menuliskan:
                    “Umur  Abdullah  (ayahanda  Rasulullah)  saat  Aminah  hamil
            darinya  adalah  sekitar  18  tahun,  beliau  pergi  ke  Madinah  untuk
            usaha di bidang kurma, lalu beliau wafat di sana di keluarga paman-
            pamannya (dari pihak ibu) dari Bani Najjar, saat itu Rasulullah tengah
            dalam kandungan ibundanya, inilah pendapat yang benar. Sementara
            umur  ibunda  Rasulullah  juga  tidak  jauh  dari  umur  ayahandanya.
            Selain  dari  itu,  ibunda  Rasulullah  adalah  seorang  perempuan  yang
            sangat  menjaga  diri,  tidak  pernah  keluar  rumah,  tidak  pernah
            berkumpul-kumpul  atau  bertemu  dengan  siapapun  dari  kaum  laki-
            laki. Dan sudah menjadi kebiasaan, seorang perempuan yang tidak
            pernah keluar rumah dan tidak pernah “mengenal” kaum laki-laki itu
            artinya perempuan tersebut seorang yang memahami urusan agama
            dan  memiliki  ajaran-ajaran,  lebih-lebih  di  masa  jahiliyyah  saat  itu
            kaum laki-laki tidak memahamai urusan agama sedikitpun dan tidak
            pernah memandang kaum perempuan sebagai kaum yang memiliki
            keutamaan sedikitpun. Karena itulah penduduk Mekah sangat heran
            [di  tengah-tengah  “kebobrokan”  mereka]  ketika  Rasulullah  yang
            notabene  dari  bangsa  manusia  diangkat  menjadi  seorang  rasul,
            mereka berkata [seperti difirmankan Allah]: “Adakah Allah mengutus
            manusia  sebagai  seorang  rasul?!”  (QS.  Al-Isra:  94),  mereka  juga
            berkata  [seperti  difirmankan  Allah]:  “Seandainya  Tuhan  kami
            berkehendak  maka  tentulah  Dia  akan  menurunkan  satu  malaikat
            (bagi  kami),  -sungguh-  kami  tidak  pernah  mendengar  seperti  ini
            [diutusnya seorang rasul dari bangsa manusia] dari orang-orang tua
            kami  terdahulu”  (QS  al-Mu’minun:  24).  Ayat  ini  memberikan
            pemahaman bahwa orang-orang jahiliyyah saat itu tidak mengetahui

                  44  Al-Hawi Li al-Fatawi, as-Suyuthi, 2/205
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45