Page 135 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 135

Memahami Makna Bid‟ah | 133

                   Dalam kitab Ma‟rifah al „Ilal wa Ahkam ar-Rijal, Ahmad ibn
            Hanbal meriwayatkan dengan sanad-nya dari asy-Sya‟bi, bahwa ia
            (asy-Sya‟bi) berkata: “Tidak masalah mengalungkan hirz dari al-
            Qur‟an pada leher seseorang”.
                                         172
                   Abdullah  ibn  Ahmad  berkata:  “Saya  melihat  ayahku
            (Ahmad ibn Hanbal) menuliskan bacaan-bacaan (hirz/at-ta‟awidz)
            untuk  orang-orang  yang  dirasuki  Jin,  serta untuk keluarga dan
            kerabatnya  yang  demam, ia juga menuliskan untuk perempuan
            yang  sulit  melahirkan  pada  sebuah  tempat  yang  bersih  dan  ia
            menulis hadits Ibn Abbas, hanya saja ia melakukan hal itu ketika
            mendapatkan bala, dan aku tidak melihat ayahku melakukan hal
            tersebut jika tidak ada bala. Aku juga melihat ayahku membaca
            ta‟widz pada sebuah air kemudian diminumkan kepada orang yang
            sakit dan disiramkan pada kepalanya, aku juga melihat ayahku
            mengambil  sehelai  rambut  Rasulullah  lalu  diletakkan  pada
            mulutnya  dan  mengecupnya,  aku  juga  sempat  melihat  ayahku
            meletakkan  rambut  Rasul  tersebut  pada  kepala  atau  kedua
            matanya  kemudian  dicelupkan  ke  dalam  air  dan  air  tersebut
            diminum untuk obat, aku melihat ayahku mengambil piring Rasul
            yang dikirim oleh Abu Ya‟qub ibn Sulaiman ibn Ja‟far kemudian
            mencucinya dalam air dan air tersebut ia minum, bahkan tidak
            hanya sekali aku melihat ayahku minum air zamzam untuk obat ia
                                                     173
            usapkan pada kedua tangan dan mukanya”.
                   (Dua Puluh Lima): Ada sekelompok orang menganggap
            dzikir  dengan  suara  yang  keras  sebagai bid‟ah sesat. Pendapat
            demikian  itulah  justru  sebagai  bid‟ah  sesat.  Ada  banyak  dalil
            membolehkan  dzikir  dengan  suara  keras,  selama  tidak
            mengganggu orang lain. Di antaranya dari Abdullah ibn „Abbas,
            berkata:

                   172   Ma‟rifah al „Ilal wa Ahkam ar-Rijal, h. 278-279
                   173  Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, Masa-il al Imam Ahmad, h. 447
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140