Page 44 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 44
42 | Memahami Makna Bid‟ah
َلكَ:حيحصلاَثكدـٟاَ َ قي ملسوَويلعَللاَىلص َ ولوقلَ ةمومذم
ّ
ّ
ٍ
" ؛ َ هذىَةعدبلاَتمعن"َ:حكواجًلاَقيَرمعَؿوق َ ؿوقكو ، َ ةليبضَةعدب
ّ
َءىاؤىَدنعَعرشلاَقيَةعدبلاف ، َ ةغّ للاَعضوَرابتعابَةعدبَاىاؾٝأَاّ نمإ
ّ
ً
. َ ػىا وبابحتساَىلعَيعرشَليلدَمقكَلَام
ّ
“Sesungguhnya bid‟ah hasanah, --menurut pendapat yang
membagi bid‟ah kepada hasanah dan sayyi‟ah-- mestilah ada ulama
panutan yang menilainya itu sebagai perkara yang dianjurkan,
serta ada dalil Syara‟ yang menganjurkannya. Demikian pula orang
yang berkata bahwa semua bid‟ah dalam Syara‟ adalah tercela
dengan dasar sabda Rasulullah dalam hadits sahih; “Kullu bid‟ah
dhalalah”. Dan ia berkata [dengan dasar] perkataan „Umar tentang
shalat Tarawih; “Sebaik-baik bid‟ah adalah ini”. Bahwa „Umar
menamakannya bid‟ah adalah dengan i‟tibar peletakan bahasa.
Maka sesungguhnya bid‟ah dalam makna Syara‟ menurut mereka
[para ulama] adalah sesuatu yang tidak ada dalil Syara‟ yang
37
menganjurkan kepada perkara tersebut”.
(Empat): Dalam karya lainnya, berjudul al-Furqan Bayn
Awliya‟ ar-Rahman Wa Awliya‟ asy-Syaythan, sebagaimana dalam
Majmu‟ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah juga menuliskan pendapat al-
Imam asy-Syafi‟i yang membagi bid‟ah kepada hasanah dan sayyi‟ah,
sebagai berikut:
َةنسلاَقفاوَامفَ،ةمومذموَةدومم٤َفاتعدبَةعدبلا ؛ َ َ يعفاشلاَؿاق
ّ
ّ
ّ
ّ
َنمَهانعصَٔميعنَوبأَوجرخأ ، َ ـومذمَوهفَاهفلاخَاموَدومم٤َوهف
َامَاضكأَيعفاشلاَنعَءاجوَ،يعفاشلاَنعَدينؿٞاَنبَميىاربإَقكرط
ّ
ً
ّ
ّ
ّ
َ َفلايَُثدحأَام ، َ فابرضَتاثدلمحا َ؛ ؿاقَوبقانمَقيَيقهيبلاَوجرخأ
ّ
37 َ Ibnu Taimiyah, Majmu‟ al-Fatawa, j. 27, h. 152