Page 45 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 45

Memahami Makna Bid‟ah | 43

                  َثدحأَاموَ،ؿيبضلاَةعدبَهذهفَاعاػٚإَوأَارثأَوأَة َ نسَوأَاباتك
                                                          ّ
                                             ً
                                ّ
                                                                 ً
                                                     ً
                  ، َ  ةمومذمَ دَغَ ةثدم٤َ هذهفَ كلذَ نمَ ائيشَ فلايَُ ىاَ دَف٠اَ نم
                                                ً
                  َوىوَ ةسمف٠اَ ـاكحمأاَ لىإَ ةعدبلاَ ءاملعلاَ ضعبَ مسقو  ، َ  ىهتنا
                                                           ّ
                                                              َ ػىا  .حضاو
            “Asy-Syafi‟i berkata: Bid‟ah ada dua; bid‟ah terpuji (mahmudah),
            dan bid‟ah tercela (madzmumah). Apa yang sejalan dengan Sunnah
            (ajaran Rasulullah) maka dia adalah bid‟ah terpuji, dan apa yang
            menyalahinya  maka  dia bid‟ah tercela. Telah meriwayatkannya
            oleh Abu Nu‟aim dalam makna demikian itu dari jalur Ibrahim
            ibn al-Junaid, dari asy-Syafi‟i. Juga datang [pernyataan] dari asy-
            Syafi‟i pula, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam kitab
            Manaqib asy-Syafi‟i, bahwa ia (asy-Syafi‟i) berkata: Perkara-perkara
            baru itu ada dua macam; perkara baru (dirintis) yang menyalahi al-
            Qur‟an, Sunnah, Atsar, atau Ijma‟; maka ia adalah bid‟ah sesat. Dan
            perkara baru (dirintis) dari kebaikan yang tidak menyalahi suatu
            apapun dari itu semua (al-Qur‟an, Sunnah, Atsar, dan Ijma‟) maka ia
            adalah perkara baru yang tidak tercela. Demikian perkataan asy-
            Syafi‟i. Dan sebagian ulama telah membagi bid‟ah kepada hukum
                                                          38
            yang lima, dan itu jelas [artinya; benar adanya]”.
                    Anda perhatikan, Ibnu Taimiyah menulis catatan di atas
            dalam  karyanya  berjudul  al-Furqan  Bayn  Awliya‟ ar-Rahman Wa
            Awliya‟ asy-Syaythan, maknanya; “Pembeda antara wali Allah dan
            wali setan”. Menurut Ibnu Tamimiyah; karyanya tersebut, --sesuai
            judulnya-- mengupas siapa wali Allah dan siapa wali setan. Lalu,
            terkait masalah bid‟ah; Ibnu Taimiyah mengutip, membenarkan,
            dan  menyetujui  perkataan  al-Imam  asy-Syafi‟i  yang  membagi
            bid‟ah kepada dua macam;  mahmudah (hasanah) dan madzmumah

                   38 َ   Ibnu  Taimiyah,  al-Furqan  Bayn  Awliya‟  ar-Rahman  wa  Awliya‟  asy-
            Syaythan, j. 1, h. 162
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50