Page 23 - ARCHIPELAGOS 3
P. 23

“Ya, tapi aku pernah sangat membencinya,” ujar Rabka saat
            mereka melewati kerumunan orang yang sedang memperebutkan
            kendi emas dalam pelelangan.

               “Hah? Kenapa?”

               “Ibu meninggal saat melahirkannya.”

               Langkah Ayu sontak berhenti, hampir saja orang di belakang
            yang membawa anakan ayam jago menabraknya.
               “Rabka, jahat betul.”

               “Ah, itu dulu, Ayu. Sekarang tidak lagi, aku rela melindunginya
            bahkan dengan mempertaruhkan nyawa sekalipun.  Waktu itu
            aku masih terlalu kecil untuk bisa memahami bahwa adikku tak
            bersalah.”

               Mereka tiba di  sebuah warung, tepat di sudut pasar. Seorang
            nenek tua dengan rambut putih yang memasukkan campuran bahan
            makanan jadi ke dalam daun pisang menyapa dengan ramah.

               “Mau pesan apa, Nak?” tanya sang nenek.

               “Ketoprak gudeg setan satu,” gumam Rabka. “Kau Ayu?”

               “Sama,” jawab Ayu, tak mau ribet.
               Mereka masuk ke dalam warung itu yang dari luar nampak kecil.
            Namun ajaibnya, di dalam cukup lengang. Ada banyak pajangan
            wayang  dan  juga gambar menu-menu di  dinding  yang terbuat
            dari rajutan bambu. Warung sederhana dengan penerangan pelita
            dari kuningan.  Aroma kemenyan tercium,  Ayu tak menyukainya.
            Tidak ada unsur sihir di warung ini kecuali tangga bambu menuju
            ke lantai dua yang bergerak saat dinaiki. Ayu dan Rabka naik ke
            atasnya karena di tingkat satu warung itu sudah penuh. Ramai
            orang berbincang.



                                                                         17
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28