Page 19 - ARCHIPELAGOS 3
P. 19
belum tertangkap, mereka jadi bekerja sama demi keamanan
Kerajaan Turangi. Ada hikmahnya juga.”
“Jadi di mana?” tanya Nala lagi.
“Apanya, Nak?”
Nala tanpa sadar menepuk jidat. “Dua sanggar pencak silat itu?”
“Oh, maaf. Aku lupa, hehe. Kalau sanggar silat Angsa Putih,
ada di barat, tepat di belakang pasar. Kalau Harimau Hitam, ada di
timur.” Perempuan itu menunjuk bangunan merah bata di bawah
pohon. “Di sebelah situ, ada bangunan dari anyaman bambu yang
sempit. Harimau Hitam di sana.”
Nala berterima kasih, beranjaklah ia ke salah satu dari dua sang-
gar yang dimaksud. Pilihannya jatuh ke sanggar silat Harimau Hitam.
Anak-anak di Turangi sudah diperkenalkan sihir sejak dini,
walaupun tak boleh dilakukan praktik langsung. Mereka semua
sudah diajarkan nasionalisme sejak kecil, para orang tua akan
mengantarkan mereka duduk setiap hari untuk mendengar kisah-
kisah penyihir dari petuah. Duduk di atas bale-bale bambu di
bawah pohon.
Nala mendengar petuah menyampaikan sebuah kisah tentang
Antareja. Ingin sekali perempuan itu berteriak pada anak-anak
kalau sosok Antareja masih hidup dan baru saja Nala temui
semester lalu di sebuah tempat tersembunyi dan asing bernama
Poraran. Namun Nala memilih bungkam, fokus dengan tujuannya
mencari sang ayah.
Nala tiba di sanggar Harimau Hitam setelah bertanya dua kali
pada orang asal di jalan. Dia tiba di sebuah bangunan tua serba
hitam dengan dua tanaman bambu yang menjadi gerbangnya. Nala
mencoba masuk, tetapi tubuhnya tiba-tiba terlempar. Perempuan
13