Page 19 - Ilmu Negara
P. 19
oleh rakyat. Ia kemudian meminta bantuan pada para ahli hukum di
Jerman untuk memikirkan suatu landasan ilmiah bagi kekuasaannya.
Akibatnya, timbul suatu aliran yang disebut mazhab hukum publik
6
Jerman atau deutsche publizisten schule, dengan para ahli pikir Paul
Laband, Von Gerber, dan Georg Jellinek.
Aliran ini berusaha mengembangkan teori hukum publik yang
belum tersusun secara baik dan teratur seperti hukum perdata. Pada
saat itu, di Eropa Barat hukum perdata memang berkembang pesat
karena pengaruh hukum Romawi yang dianggap lebih tinggi dari
hukum di negara Eropa Barat.
Sejarah kenegaraan menggambarkan bahwa kondisi hukum pada
masa Kerajaan Romawi dimulai dan diakhiri dengan kodifikasi. Kodifi
7
kasi pertama disebut Kodifikasi 12 Meja yang memuat peraturan-peraturan
mengenai hukum perdata, hukum pidana, dan hukum acara. Kodifikasi
kedua terbentuk di Romawi Timur sebagai usaha dari Kaisar Justisianus
dan merupakan kodifikasi yang terakhir. Kodifikasi kedua tersebut
merupakan kodifikasi hukum perdata dan disebut dengan Corpus Iuris
Civilis atau Corpus Iuris Civilis Justisianus karena merupakan hasil dari
usaha Kaisar Justisianus.
6 Aliran DPS menganggap bahwa negara lebih tinggi dari pada hukum. Hal tersebut
karena hukum itu adalah perintah dari negara. Dengan demikian, negara tidak tunduk
pada hukum. Karena aliran DPS berpendapat bahwa negara lebih tinggi dari pada
hukum, hal ini juga menimbulkan suatu kegagalan. Hal tersebut karena hukum
terlepas dari soal-soal penerimaan yang tidak lagi filosofis atau sosiologis, tetapi
semata-mata yuridis.
7 Kodifikasi ini memuat peraturan-peraturan tentang hukum perdata, hukum pida-
na, dan hukum acara. Kodifikasi ini dilakukan lebih kurang pada tahun 450 sebelum
Masehi. Adapun, kodifikasi kedua terjadi di Romawi Timur dan merupakan kodifikasi
yang terakhir. Kodifikasi ini merupakan usaha Kaisar Justinianus yang memerintah
dari tahun 527 sampai tahun 565. Kodifikasi ini—terutama dalam ranah hukum per-
data—sangat penting artinya. Hal tersebut karena susunannya yang sedemikian rupa,
sehingga kodifikasi KUH Perdata yang sekarang ini masih berlaku di Indonesia adalah
diambil dari Corpus Iuris Civilis. Corpus Iuris Civilis dari Justitianus ini dibagi dalam 4
buku, yang masing-masing buku mempunyai nama sendiri-sendiri dan merupakan
standar dari Hukum Romawi, yaitu
a. buku pertama bernama Institutiones,
b. buku kedua bernama Pandecta,
c. buku ketiga bernama Codex, dan
d. buku keempat bernama Novellae.
Bab 1 Pendahuluan 7

