Page 106 - 2B
P. 106

2B


                    Dia  masih  menatapku  tak  percaya,  “Nggak  nyangka  kamu
            juga  nggak  lulus.  Padahal  kamu  kan  pinter.  Kamu  sih  pelit.  Gagal
            juga deh.”
                    Aku  memandangnya,  melongo.  Tepat  sekali  jika  banyak
            orang  yang bilang anak ini suka ceplas-ceplos. Sedikit tersinggung
            sebenarnya. Kudengar dia mengatakanku… pelit. Begitu mudahnya

            dia mengeluarkan kata-kata itu dengan spontan.
                    “Nggak lulus di mata pelajaran apa? Fisika juga?”
                    Aku  menggeleng.  Tapi  kemudian  kulirik  Bara.  Aku  yakin
            telinganya mendengar. Kurasa dia akan sedikit sensitif dengan kata
            Fisika. Mata pelajaran itulah yang banyak membuat jatuh nilai siswa.
            Mungkin  saja  karena  tragedi  salah  kunci  waktu  itu.  Tragedi  yang
            sempat meruntuhkan ketegarannya. Buliran air mata waktu itu, jelas

            kulihat.  Dia  merasa  bersalah,  karena  dialah  penyebab  semua  itu
            terjadi.  Orang  yang  kunilai  paling  kuat  di  dunia,  roboh  kala  itu.
            Kurasa dia pun teramat pahit menerima kenyataan sekarang. Kunci
            salah  itu  membawa  petaka.  Tak  ada  keajaiban  sama  sekali
            menyertainya.
                    “Lalu?”

                    “Matematika, 37.5!”
                    Kini  Resi  yang  mengangguk-anggukan  kepala.  Setelahnya,
            kulihat raut wajahnya yang tiba-tiba berubah murung.
                     “Kau   tidak   lulus   di   fisika   ya?”   kucoba   untuk
            menanyakannya.
                    Resi  mengangguk.  Wajahnya  kali  ini  sendu.  Lama  kami
            kemudian diam. Matanya menerawang ke arah meja, mungkin saja

            dia  sedang  berpikir.  Lalu,  matanya  menatap  seorang  siswa  di

                                         Maulida Azizah & Ummu Rahayu  105
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111