Page 115 - 2B
P. 115

2B


            yang  sebenarnya  menurut  naluri  sendiri  adalah  salah,  tetap
            diteruskan.  Berjalan  pada  sebuah  proses  yang  sebenarnya  tidak
            diinginkan,  itu  sudah  penderitaan.  Penderitaan  itu  akan  bertambah
            ketika  menghadapi  kenyataan  tak  seperti  yang  diharapkan.  Aku
            melihat  jelas  semua  perasaan  itu  pada  wajah  Bara  dan  sorot
            matanya. Bara amat terpukul, aku tahu itu.

                    Bara menghembuskan nafas. Dia kemudian beranjak. Berdiri
            dan..  menatapku.  Sedikit  kaget  aku  dibuatnya.  Dia  tak  membuang
            muka lagi padaku. Dan kulihat dia… tersenyum. Walau senyum itu
            terasa janggal.
                    “Ayo  kita  belajar  untuk  paket  C  besok,”  senyumnya
            mengembang. Begitu mudah dia mengubah air muka.
                    Aku  masih  terpaku,  kaget  dengan  perubahan  sikapnya.

            Setelah  mengucapkan  itu,  dia  cepat  belalu,  meninggalkanku  dan
            masuk ke dalam kelas.

                                          ***

                    Aku  menatap  langit-langit  rumah  sambil  berbaring  di  sofa

            ruang  tengah.  Televisi  menyala  dengan  suara  keras.  Tak
            kupedulikan  suara  televisi  itu.  Aku  lebih  memilih  untuk  merenungi
            diri.  Perasaan  terpukul  tidak  lulus  sebenarnya  masih  kualami.  Ah,
            tapi  itu  sudah  berlalu.  Aku  perlu  menerima  semua  itu  dan
            mengevaluasi  apa  yang  terjadi.  Takdir  ini  mungkin  saja  karena
            kecorobohanku  sendiri.  Aku  terlalu  berperang  dengan  pikiran  pada
            sebuah  nilai  fisika.  Terlalu  fokus  aku  padanya  hingga  matematika




                                         Maulida Azizah & Ummu Rahayu  114
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120