Page 118 - 2B
P. 118

2B


            menebusnya,  tapi  bagaimana  caranya?  Tak  ada  lagi  yang  bisa
            dilakukannya  sekarang.  Atau  mencoba  kembali  membantu  anak-
            anak  berlaku  curang?  Kurasa  dia  pun  ikut  menyesal  akan
            kecurangan  dahulu.  Kuperhatikan  wajah  Bara.  Ya,  memang  beban
            itu masih menempel. Tapi aku lega karena akhir-akhir ini dia sudah
            bisa berpikir jernih. Wajah murung dan suram itu mulai memudar.


                        Seorang  gadis  berteriak  histeris  dan  pingsan  karena
            tidak lulus ujian nasional.

                    Lamunanku  kembali  buyar.  Kuperhatikan  lagi  televisi.
            Semakin menarik saja berita kala itu.  Lagi-lagi aku memperhatikan
            tak  nyaman.  Kulihat,  seorang  gadis  berteriak  histeris.  Gadis  itu

            meronta-ronta,  meneriakkan  tangisannya.  Wajahnya  penuh  bekas
            air mata, basah sampai ke rambutnya yang panjang. Banyak pihak
            yang    kemudian     mengerumuninya,     memeganginya     dan
            menenangkannya.  Tapi  ia  terus  meronta,  menangis  hingga
            kemudian pingsan.
                    Aku  turut  prihatin,  kuhembuskan  nafas  berat  melihatnya.

            Ingin  sekali  rasanya  kukatakan  pada  gadis  itu,  hei,  kau  hanya
            tersandung  batu  kecil.  Tapi  tubuhku  tentu  terhalang  oleh  sebuah
            tempat  dan  waktu.  Tak  mungkin  bisa  aku  memasuki  zona  televisi.
            Kotak itu hanya sebuah rekaman kejadian beberapa hari lalu. Jadi,
            kubiarkan  saja  televisi  itu  tetap  menyala,  memberikanku  informasi
            yang membuat hatiku bergejolak.




                                         Maulida Azizah & Ummu Rahayu  117
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123