Page 114 - 2B
P. 114
2B
“Sudahlah, lupakan saja yang dulu. Biar hal itu menjadi
bahan evaluasi kita bersama.” Aku kemudian ikut memandang langit.
“Mungkin saja dulu kita sama-sama terlalu sombong.”
Kami kemudian diam, masih memandang langit. Setelahnya,
kupandang lapangan di depan yang sudah mulai sepi.
“Perjuangan belum berakhir, masih ada paket C bukan?”
kataku lagi.
Bara lebih banyak diam sekarang. Kutunggu dia berkata,
ternyata tak ada lagi suara dari mulutnya.
“Kita belum mati. Ujian nasional ini hanya batu loncatan
kecil menuju cita-cita kita. Dalam perjalanan, memang ada kalanya
kita akan tersandung.” Daripada kami terus diam, kukeluarkan saja
kata-kata yang bisa kuucap. Barangkali kata-kata yang sebenarnya
kubuat untuk menghibur diri sendiri ini dapat berpengaruh padanya.
“Sebenarnya, rintangan itu memang hanya batu kecil Bit.
Dan aku melakukan kesalahan besar, kupandang batu itu besar
hingga ku ambil langkah antisipasi yang salah.”
Sedikit terkejut aku mendengar jawaban Bara. Kupandang
dia. Kali ini kudapati dia yang menunduk.
“Dan aku turut menyeret anak-anak masuk dalam jurang.”
Kini aku yang diam. Sebenarnya aku ingin Bara
mengeluarkan semua apa yang dia rasakan sekarang. Ikut lelah jika
kutatap wajahnya. Beban menggunung itu masih terlihat padanya.
“Tidak semuanya salahmu,”
“Guru-guru mungkin juga banyak kecewa.”
Aku tahu, takdir ini teramat berat baginya. Tidak bisa
kubayangkan ketika aku berjuang mati-matian, mempertahankan
Maulida Azizah & Ummu Rahayu 113

