Page 113 - 2B
P. 113
2B
Aku memperhatikannya, kupasang wajah kecewa walau dia
tak melihat. Kenapa dia harus berkata seperti itu? Kusayangkan
sekali perkataanya kali ini.
“Aku tak pernah berkeinginan untuk menghina.” kataku
kemudian, tegas kutekankan padanya.
Bara mengangkat wajahnya, lalu menatap langit dengan
mata sendu.
“Kau pantas menghinaku, dan aku pun pantas untuk dihina.”
Tubuhku memanas, geram juga rasanya. Di saat seperti ini,
malah kata-kata seperti itu yang keluar dari mulutnya.
“Untuk apa menghina?”
Bara diam. Tak dijawabnya perkataanku. Lama, kutunggu
dia berbicara, namun ternyata dia tetap diam.
“Kita sama-sama tidak lulus, Bara,” kataku kemudian. “Tak
ada yang bisa kubanggakan.”
Sebenarnya ada yang bisa kubanggakan padanya. Dulu,
kuingat jelas dia meremehkan Fisikaku. Aku memang bisa saja
menghinanya, memperlihatkan nilai Fisikaku yang melonjak naik.
Angka 25 yang dulu kami ributkan, kini berganti dengan 97.5. Angka
yang hampir sempurna. Mematahkan segala yang dulu dia
perdebatkan. Tapi, untuk apa aku membanggakan hal itu?
Kenyataan yang ada, kami sama-sama tidak lulus pada ujian ini.
“Maafkan aku.”
Aku kembali memandang Bara. Kucermati dirinya yang
masih menatap langit. Kembali kuingat apa tadi yang barusan
dikatakannya. Bara meminta maaf padaku? Tapi, melihatnya dengan
kondisi seperti ini benar-benar mematahkan benciku dulu.
Maulida Azizah & Ummu Rahayu 112

