Page 156 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
        P. 156
     dapat menggenggam sepucuk revolver berat dan dingin.
           Pasti saya akan mengelapnya baik-baik setiap hari. Tapi
           mustahil saya membelinya. Selain mahal, urusan perizinan
           memiliki pistol cukup rumit. Saya malas terjebak birokrasi
           dan prasangka orang. Saya lalu memutuskan membeli pistol
           mainan. Terbuat dari plastik namun berkualitas baik dan
           dirakit dengan suku cadang premium. Saya akhirnya
           membeli pistol melalui pasar online, setelah mengitari
           satu kota dan memasuki sebelas toko mainan dan tetap
           gagal menemukan pistol yang saya idamkan. Dorongan
           memiliki pistol ini begitu besar, hingga saya yang tadinya
           paling anti keluar rumah, pergi hanya untuk beli mainan.
           Betapa mendesak!
               Sebenarnya di toko kesebelas, saya berhasil membeli
           pistol yang saya harap-harap mampu mengusir kejenuhan
           selama di rumah saja. Tapi seperti pembeli amatir lainnya,
           saya tertipu. Pistol mainan tersebut hanya gagah bentuknya,
           tapi langsung rusak setelah lima kali tembak.
               Dengan senewen, saya kembali lagi ke toko mainan
           tersebut hendak melayangkan keluhan. Kali ini, bukan pen-
           jaga toko yang menyambut, melainkan seorang lelaki tam-
           bun yang tampak seperti juragan dengan bonggol-bonggol
           jari dipenuhi cincin akik. Ia melayani keluhan saya dengan
           tertawa mencemooh. Menurutnya saya bodoh telah membeli
           stok dagangan lama. Harusnya saya beli online langsung,
           lebih bagus lagi melalui jaringan komunitas pecinta pis-
           tol mainan. Wah, kurang ajar betul! Jauh-jauh saya kemari
           mengabaikan ancaman virus hanya untuk mendapat cap
                                  138
     	
