Page 167 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 167
Seluruh persendian saya terasa luluh lantak. Dalam hati
saya masih mencari-cari kemungkinan bahwa pencuri itu
hanyalah pemuda tak jelas asal-usulnya yang memungut
jaket merah di sebuah gang lalu mengenakannya. Tapi sia-
pa yang sudi memungut jaket kusam basah berlumpur di
pinggir jalan, Goblok!
Makian itu berdenging di kepala saya. Uang senilai dua
ratus tujuh puluh lima ribu rupiah dari kotak amal, sudah
saya transfer ke rekening Rachmad tanpa memberitahu-
nya. Uang itu sanggup untuk membeli setidaknya sepuluh
bungkus rokok. Mengapa Rachmad bertindak gegabah
seperti itu?
Mendengar cerita Jodi, tidak lantas membuat Wahyudi
percaya begitu saja. Ia segera menelepon keluarga Rachmad
di kampung untuk mengecek kebenaran informasi ini. Pon-
sel Rachmad beberapa hari terakhir memang tidak aktif,
tapi bisa saja bukan ia tengah kehabisan pulsa atau sengaja
membatasi komunikasi?
Waktu terasa begitu lambat ketika saya menunggu kabar
dari Wahyudi. Begitu kami bertiga melakukan panggilan
video bersama lagi, tanpa mengatakan apa pun, air muka
Wahyudi telah berbicara. Kawan kesayangan kami yang
paling jenaka dan giat membersihkan rumah telah tewas
diamuk massa.
Pengakuan Wahyudi bahwa seminggu terakhir Rachmad
juga meneleponnya, dengan percakapan yang kurang lebih
sama seperti yang ia ungkapkan kepada Jodi, membuat
dada saya sesak. Wahyudi bilang bahwa ia sempat melarang
149

