Page 73 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 73
Meskipun jenuh dan jemu, ia tetap menjalankan tugas.
Memperhatikan pemotongan kayu-kayu besar hingga men-
jadi puing-puing dan serpihan kecil. Bunyi mesin raksasa
yang menggaung hebat berkelindan di kepalanya dengan
suara sang anak yang terbata memanggil, “Yah.. Yah.. Yah..”
***
Malam itu, usai melakukan panggilan video dengan istrinya
seperti biasa, Bara justru merasa gelisah. Sudah ada satu
tetangga mereka yang terkena penyakit yang kini mewabah.
Hanya selang tiga rumah. Namun, warga sekitar seperti tak
hirau. Mereka masih berkumpul, ngerumpi bagi yang ibu-
ibu, main kartu di pos ronda bagi yang bapak-bapak, dan
anak-anak berkeliling dengan sepeda.
“Mungkin mereka sudah bosan tinggal di rumah,” ujar
istri Bara.
“Kau jangan ikut-ikutan. Aku tak mau pulang dan ha-
nya mendapati rumah kosong. Sudah banyak berita orang
justru terpapar penyakit karena lengah di zaman seperti ini.”
Istri Bara mengangguk. Dari ekspresinya, Bara tahu
bahwa wanita tersebut sedang menahan tangis sebelum
akhirnya bertanya, “Kapan pulang?”
“Belum tahu. Sudah banyak karyawan yang hendak
protes lewat serikat buruh.”
“Kau jangan ikut-ikutan,” kali ini ganti istri Bara yang
berucap, “Aku tak mau kau pulang dan tak diizinkan kerja
di sana lagi. Sudah banyak orang menganggur di zaman
seperti ini.”
55

