Page 74 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 74

Bara menganggukkan kepala. Memang bukan rahasia
           lagi. Orang-orang dari serikat buruh banyak yang diber-
           hentikan atau minimal dicopot dari jabatan strategis karena
           terlalu banyak protes dan menuntut pada perusahaan. Di
           masa-masa normal saja perusahaan bisa melakukan pem-
           berhentian pada pegawai yang terlalu vokal, apalagi di masa
           sulit seperti ini. Mereka tentu lebih mudah mengeluarkan
           alasan: “Efisiensi. Permintaan pasar berkurang karena pan-
           demi.” Dan akan berujung pada pemberhentian. Lebih baik
           bermain aman, ucap Bara dalam hati.
               Mau  bermain  seaman apa  pun, Bara  tetap gelisah
           malam itu. Baik di rumah maupun di kantor, atmosfernya
           membuat ia hanya bisa mendengus napas. Satu-satunya yang
           meredakan kegelisahan itu adalah bayangan bahwa anaknya
           kini sudah mengucap satu kata secara lengkap meskipun
           masih terbata.
               “Ayah. Ayah. Ayah,” ujar anak itu tadi di panggilan video
           sambil menunjuk-nunjuk handphone.
               “Bulan depan, anak itu sudah bisa ngomong apa, ya?”
           Bara bertanya pada diri sendiri dan senyum-senyum sendiri
           membayangkan anaknya akan berceloteh macam-macam.
           Bermodalkan bayangan itu, Bara menuju tidur dalam damai.
                                  ***


               Empat bulan rindu yang ditelan akhirnya akan melarut
           di muaranya saat ada informasi bahwa kantor melonggarkan
           larangan pulang bagi karyawan. Bara bersiap. Hanya tiga
           hari. Setelah empat bulan bosan menatap kawasan hutan in-


                                  56
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79