Page 69 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 69
merasakan semua itu. Jantungnya berdetak lebih kencang.
Tapi wajahnya tampak bercahaya. “Tidak sia-sia dia kuberi
nama Korona,” pikirnya, sambil melangkah kembali ke istana
dengan langkah yang sama sekali tidak loyo. “Seperti semua
pemakai mahkota, ia akan bertahan dan tetap bahagia sela-
ma apa pun masa karantinanya”.
***
“Terima kasih, Om,” suaranya menyadarkan saya. Tapi yang
saya temukan hanya jari saya yang terasa agak basah dan
sedikit lengket. Tak ada siapa pun di samping. Saya segera
setengah berlari keluar dari ruang itu. Tak tampak seorang
pun di restoran. Meja resepsionis tak menyisakan jejak ma-
nusia. Di hall hanya meja dan kursi-kursi yang tampak ter-
susun rapi. Saya langsung keluar menuju halaman tempat
parkir. Menoleh kembali ke restoran itu. Terbaca sebuah tu-
lisan di atas kertas karton: Restoran Tutup Selama Pandemi.
Dengan perasaan panik saya langsung meluncur pulang.
Malam sudah begitu larut. Jam mobil memperlihatkan angka
2 dini hari. Dari dalam kendaraan, saya lihat banyak sampah
berserakan di sepanjang jalan. Saya terpaksa mengurangi
kccepatan. Sebuah sisa bakaran ban mobil menghadang di
depan, tepat di tengah jalan.
51

