Page 68 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 68
“Ibundamu baru tertidur tengah malam,” jawab Sang
Raja dengan suara lirih. Putri itu merasa ada yang aneh pada
tatapan mata ayahnya. Tetap ada perasaan sayang dalam pan-
dangan itu. Tapi, dia merasa seperti ada yang lebih dari itu.
“Kenapa Ayahnda sudah datang sepagi ini? Ayahnda
juga tampak kurang tidur.”
“Iya, anakku,” Sang Raja menjawab pelan. “Ayahnda
merasa harus segera memberikan kabar baru untuk Ananda”.
“Kabar apakah itu, Ayahnda?”
“Kabar buruk,” Ananda. “Ayahnda ragu untuk menga-
takannya. Tapi, percayalah, kita semua pasti bisa mengata-
sinya. Masih banyak peri yang berpihak pada kita.”
“Katakanlah, Ayahnda, aku siap menerimanya, seburuk
apa pun kabar itu. Aku juga percaya, Ayahnda pasti bisa
menemukan jalan keluarnya.”
“Seperti yang Ananda ketahui, usia Ananda sudah ham-
pir 17 tahun. Sebentar lagi Ananda sebenarnya bebas dari
kutukan dan bisa bebas keluar rumah, bertemu siapa pun.”
“Benar, Ayahnda.”
“Tapi, ternyata, Ayahnda mendapat kabar, bahwa Peri
Pengutuk akan memperpanjang masa kutukan itu. Kata-
nya, kita semua dia anggap melanggar perjanjian. Alasannya
seperti dicari-cari, Ananda”.
“Tidak apa-apa, Ayanda,” Putri itu menjawab dengan
sikap yang tidak perduli. Ia tidak merasa takut pada apa pun.
Yang ia khawatirkan hanya hari yang terasa bergerak begitu
perlahan. Padahal, ia ingin malam segera datang, membunuh
hari, membunuh waktu, membunuh semua kata. Sang Raja
50

